Selain itu hadir pula Ustaz Taufiq Damas dan notaris Widaningsih Ruslan.
FGD tersebut diikuti sejumlah mahasiswa, aktivis perempuan, praktisi hukum, dosen, dan masyarakat umum.
Para narasumber menjelaskan permasalahan implementasi wasiat di Indonesia dari sudut pandang ilmu yang berbeda-beda.
Mereka sepakat untuk menyuarakan keadilan hukum bagi siapapun, khususnya bagi kaum perempuan.
Terkait dengan masalah yang dihadapi oleh Indira Sudiro, dari aspek akta notaris yang dibatalkan oleh Pengadilan, Prof Kamarusdiana mendorong adanya keberanian terobosan hukum bagi notaris untuk melakukan gugatan.
Hal tersebut didasarkan karena akta notaris memiliki kekuatan hukum yang juga dilindungi oleh undang-undang.
Dalam FGD tersebut, permasalahan hukum yang dihadapi Indira Sudiro dinilai aneh, pasalnya akta wasiat yang dibuat notaris dibatalkan oleh pengadilan.
Padahal menurut aturan Kompilasi Hukum Islam ataupun perundangan, akta wasiat tidak bisa dibatalkan kecuali oleh pembuat wasiat itu sendiri dengan alasan-alasan yang ditegaskan dalam aturan hukumnya.
"Menurut saya, di sini ada ketidakadilan karena sebetulnya jika ditilik dengan lebih seksama, gugatan ini tidak beralasan."
"Kami punya begitu banyak bukti, yang kemudian bukti itu ditolak mentah-mentah oleh pengadilan dari tingkat awal, hingga kasasi bahkan PK,” ujar Indira kepada awak media.
Dari penjelasan para narasumber pada acara tersebut, Indira Soediro semakin yakin dan bersemangat untuk terus memperjuangkan amanah dari orang tuanya.
"Ini menjadi celah bagi saya untuk terus melakukan perlawanan hukum, saya akan tetap mencari cara untuk berjuang karena ini amanah wasiat dari orang tua saya," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto)