News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

VIDEO Setelah Lagu Sayur Kol Siborongborong Viral, Guido Luncurkan Lagu ‘Ro Jo Hamu’ 

Editor: Srihandriatmo Malau
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penduduk Sihaporas terbilang homogen, keluarga klan/marga Ambarita. Umumnya kepala keluarga marga Ambarita, atau istrinya boru Ambarita, atau berenya Ambarita.
  
Ketua Umum Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) Mangitua Ambarita mengatakan, tanah nenek moyangnya sudah ditempati sejak kurang lebih 220 tahun silam.

Martua Boni Raja alias Ompu Mamontang Laut Ambarita menyeberangi Danau Toba dari Ambarita di Pulau Samosir ke arah timur laut menuju Dolok Mauli, dekat Sipolha. 

Menurut Mangitua, dari sana Ompu Mamontang Laut Ambarita ‘mamukka huta’ membuka perkampungan yang dinamai Sihaporas. Hingga kini, turun-temurun 11 generasi.

Mereka mengelola tanah adat leluhur. Tanah Sihaporas bahkan, telah diakui penjajah Belanda. Terbukti dengan terbitnya peta Enclave 1916 (29 tahun sebelum Indonesia merdeka). 

Mereka bukan penggarap tanah. Terdapat 6 orang tetua desa Sihaporas juga menjadi pejuang Kemerdekaan RI. Misalnya, Yahya Ambarita mendapat piagam legiun Veteran RI dari Menteri Pertahanan RI LB Moerdani tahun 1989.  Lainnya adalah Firman Ambarita (Ompu Dimma), Ranto Ambarita (Ompu Agus). Kemudian pasangan suami istri, Gabuk Ambarita (Ompu Rumondang) dan Viktoria Br Bakkar (Ompu Rumondang boru).

Masih menurut Mangitua, pengolahan tanah Sihaporas memang dilakukan secara adat. Setiap kegiatan, mulai membuka lahan sampai panen, dilakukan dan diwarnai tradisi adat yang kental. 

Misalnya, membuka lahan disebut ‘manoto’, menggelar doa untuk meminta berkat dan permisi kepada Debata Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Mahakuasa), juga semacam pemberitahuan kepada alam semesta, bahwa akan dimulai menebang pohon.

Ketika hendak bercocok tanam padi darat (huma), dilakukan tradisi ‘manjuluk’.  Saat padi bunting, dilaksanakan tradisi ‘manganjab’, yaitu ritual bersama-sama di perhumaan. Dilaksanakan doa mohon kesuburan dan keberhasilan panen. 

Acara menganjap juga diwarnai tradisi ‘marsibak’, mengolah bahan makanan berbahan jagung, dicampur dedaunan untuk permentasi. 

Rangkaian selanjutnya, ‘robu juma’ (pantang berladang) selama tiga hari, ‘robu harangan’ (pantang ke hutan) tiga hari, dan pada hari ke-7 dilakukan manangsang robu (buka pantang) yang diisi kegiatan doa, lanjut berburu ke hutan.

Saat panen, dikenal dilakukan ‘sipahalima’. Pemotongan bulir padi, didahului mengumpulkan tujuh gulungan buliran padi, lalu disimpan di bubungan gubuk. Setelah selesai panen, diadakan pesta dan doa bersama.

Selain itu, warga juga hidup dengan tradisi ritual doa adat.

Terdapat tujuh macam doa, mulai skala besar yang diikuti musik tradisional gondang, sembelih persembahan atau sesaji, hingga penggunaan air suci yang bersumber dari celah batu.

Penggunaan ‘rudang’ atau bahan-bahan bebungaan dari perladangan dan hutan.

Tradisi terbesar adalah ‘Patarias Debata Mulajadi Nabolon’, yakni pesta adat denagn durasi non-stop tiga hari dua malam, menggunakan alat musik gondang Toba.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini