Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lupus merupakan penyakit autoimun kronis di mana sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan tubuhnya sendiri.
Berdasarkan studi yang dilakukan Prof. Handono Kalim dan tim di Malang, prevalensi lupus di Indonesia diperkirakan sebesar 0,5 persen, dengan jumlah penyandang lebih dari 1,3 juta orang.
Penyakit ini terutama menyerang perempuan usia reproduksi 15-45 tahun.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Siti Nadia Tarmizi mengimbau masyarakat untuk mendorong deteksi dini.
Kemenkes pun akan meluncurkan program SALURI (Periksa Lupus Sendiri) mulai tahun 2025.
Program ini menyasar calon pengantin wanita sebagai langkah awal pencegahan di kelompok usia berisiko.
SALURI mengajak masyarakat untuk mengenali tanda-tanda lupus secara mandiri dan segera memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) jika menemukan gejala yang mencurigakan.
“Melalui program SALURI, kami berharap masyarakat lebih memahami pentingnya deteksi dini lupus sehingga kasus dapat ditangani lebih cepat dan tepat,” ujar Siti Nadia Tarmizi dilansir dari website resmi (18/12/2024).
Nadia pun melanjutkan, lupus adalah penyakit yang dapat menyerang semua usia, dengan gejala umum berupa kelelahan ekstrem, nyeri sendi, ruam kulit, dan demam berkepanjangan.
Penanganan yang cepat dan tepat menjadi kunci untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
“Lupus adalah penyakit yang sulit dikenali karena gejalanya bisa menyerupai penyakit lain. Deteksi dini akan membantu pengobatan lebih cepat dan mencegah komplikasi serius,” paparnya.
Ia pun menekankan bahwa deteksi dini lupus membutuhkan kolaborasi multi-sektor antara pemerintah pusat dan daerah, organisasi profesi, BPJS Kesehatan, dan media.
Kemenkes juga telah menyusun pedoman dan modul pelatihan tatalaksana lupus bagi tenaga kesehatan.