Surat tersebut secara administratif masih 'open' karena belum ada tindak lanjutnya. Namun, sekarang tiba-tiba sudah keluar lagi kebijakan seperti ini.
Tidak bisa dipungkiri keputusan KOI sangat memukul Eqina. Kendati demikian, di sisi lain, kebijakan tersebut juga menimbulkan kesan betapa 'rapuh'-nya kepengurusan KOI. Kasihan benar karena KOI telah dikelola secara 'improperly unprofessional at all'.
Persoalan administratif yang notabene sangat basic (mendasar), dan cermin dari suatu organisasi yang sehat saja tidak bisa mereka jaga. "So shame on you KOI," begitulah mungkin diantara hujatan yang dilontarkan untuk KOI.
Padahal, kalaupun KOI menulis surat dan ajak PP Pordasi berunding untuk minta pengertian atas keputusan ini kita yakini saja bahwa untuk PP Pordasi tidak akan menjadi masalah. Karena, seperti pernah diungkap dalam tulisan sebelumnya, SEA Games bukanlah segala galanya dalam perjuangan 'rider-rider' Eqina. Ini sejalan dengan 'sikap' Jose Riza Partokusumo, ketua umum Eqina.
"Kita siap melepasnya dengan besar hati, dan kita yakin (hal itu) tidak akan mengurangi semangat atlet binaan kita," demikian antara lain dikemukakan Jose sehubungan dengan 'luputnya' SEA Games itu.
GUGATAN PORDASI
Kebijakan KOI dengan memberangkatkan equestrian-nya EFI ke SEA Games Myanmar, dinilai tak terlepas dari sikap keras PP Pordasi dalam pengajuan gugatannya ke KOI melalui Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia (BAKI), lembaga yudisial dibawah KOI. Pordasi, seperti telah banyak diberitakan, menggugat KOI atas 'lepasnya' hak sebagai perwakilan nasional (NF) dari equestrian.
Hak perwakilan dari Federasi Equestrian Internasional (FEI) itu sejak beberapa tahun terakhir dipegang oleh EFI. Pordasi meyakini lepasnya hak perwakilan FEI itu karena campur tangan atau intervensi unsur KOI. Rita Subowo, ketua KOI, sudah lama meminta agar Pordasi menarik kembali gugatannya.
Namun, Pordasi tak bergeming. Subtansi gugatan tersebut sudah dibahas beberapa kali di BAKI, yang bermaterikan pakar pakar hukum kenamaan, profesional dan kredibel. Yang diperjuangkan PP Pordasi secara esensial sebenarnya bukan kembalinya hak NF dari FEI itu.
Yang mereka perjuangkan adalah bahwa apa yang mereka lakukan adalah benar. Karena itu kegigihan mereka untuk bersikap
"Kebenaran bisa disalahkan tetapi kebenaran tak bisa dikalahkan" patut dipuji. (tb)