News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Equestrian Indonesia Semakin Berkembang Jika Komunitasnya Bersatu

Editor: Toni Bramantoro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Triputra Yusni Prawiro (kiri) dan Triwatty Marciano (kanan)

TRIBUNNEWS, COM. JAKARTA - Equestrian Indonesia akan semakin berkembang dan maju seandainya seluruh komunitas equestrian bersatu.

Penyatuan semua pemangku kepentingan dan pelaku equestrian ini bisa terjadi jika kepentingan bangsa yang diutamakan, bukan kemauan kelompok apalagi perorangan.                       

Demikian disampaikan Triputra Yusni Prawiro, pemilik salah satu klub/perkumpulan atau stable terbesar di tanah air, Pegasus, di desa Kinasih, Sukabumi, Jabar.                               

"Kalau ditanya soal itu, dari dulu sikap dan komentar saya sama. Intinya, kita harus mengedepankan prestasi anak bangsa," ujar Triputra Yusni Prawiro.

Perpecahan diantara komunitas berkuda ketangkasan sudah terjadi sejak 2010. Mandat sebagai National Federation (NF) equestrian yang sejak 1978 dipegang oleh PP Pordasi, pada 2010 dialihkan ke Equestrian Federation of Indonesia (EFI) dengan keterlibatan seorang petinggi KOI (Komite Olimpiade Indonesia). EFI sendiri kini hanya ditangani oleh Irvan Gading dan Prasetiono Sumiskun.                               

Pada 2013, PP Pordasi mengajukan gugatan terhadap KOI. Namun, gugatan itu ditolak oleh BAKI (Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia) yang berada dibawah naungan KOI.                               

Atas penolakan dari BAKI itu, PP Pordasi kemudian mengajukan banding Hak pengelolaan kegiatan nasional ke Badan Arbitrase Olahraga Internasional (Court of Arbitration for Sport/CAS). PP Pordasi meminta agar hak NF equestrian tersebut dialihkan kembali kepada mereka.

Keputusan CAS disebut-sebut akan disampaikan akhir bulan ini, setelah berulangkali ditunda. Namun, sebagian dari stakeholder equestrian meyakini, CAS akan terus 'mem-pending' keputusannya, karena lobi-lobi yang terus dilakukan oleh EFI.

Oleh karena itu, komunitas equestrian memina agar EFI mestinya dibekukan saja oleh Menpora. Dasar pembekuannya jelas, EFI tak memiliki program kegiataan untuk mendukung pembinaan atlet dan kuda.

Sebaliknya, program kegiatan yang berkesinambungan justru dilakukan oleh komunitas equestrian yang sudah lama tidak mengakui legalitas EFI.

Menyikapi dinamika ini, Triputra Yusni Prawiro mengatakan, keputusan apa pun dari CAS mestinya tetap menjadi 'suplemen' untuk adanya rekonsiliasi atau unifikasi dari equestrian Indonesia itu sendiri.                                         

"Kalau menyangkut permasalahan equestrian ini, pernyataan dan sikap saya dari dulu sampai sekarang sama. Mereka yang ada di sana itu khan sebenarnya teman-teman kita juga. Memang disayangkan situasi ini masih belum berubah," kata Yusni Prawiro, yang juga pemilik Trigana Air itu.                                         

"Situasi ini memang masih memprihatinkan, tetapi saya optimislah akan semakin membaik. Ya, seperti itu seharusnya. Harus terus diupayakan rekonsiliasi. Itu bagus.         Nanti kalau memang CAS (Badan Abitrase Olahraga Internasional) mengabulkan banding PP Pordasi sehingga hak National Federation (NF) equestrian dikembalikan ke PP Pordasi, ya itu juga harus diterima dan dihargai," jelasnya.                                                     

"Saya setuju kalau PP Pordasi nantinya melakukan upaya rekonsiliasi untuk menyatukan kembali seluruh komunitas equestrian itu. Upaya penyatuan itu bisa lewat Munas. Peserta Munas, ya, stable-owner atau club-owner, horse-owner, dan horse-rider," terangnya.             

Pegasus Stable tak pernah absen dalam mengomentisikan rider terbaiknya di berbagai event equestrian. Termasuk juga di APM Charity Show, 24-26 April lalu di APM Equestrian Center, kawasan Tigaraksa, Tangerang.

Tak hanya itu, biasanya pula rider-rider Pegasus ini selalu ditemani langsung oleh Triputra Yusni Prawiro dan istrinya, Natalina.                       

Kalau sudah berada di sisi lapangan perlombaan, mereka duduk berkelompok. Ada Yusni Prawiro, Natalina Prawiro, istrinya, serta anak-anak sekaligus rider-rider utama mereka: Samuel Sampurno Prawiro (Sembo/19), Johann Wahyu Hasmoro Prawiro (John/18), dan Daniel Wiseso Prawiro (Dani/15).                                             

Masih ada satu putra lagi dari pasangan Triputra Yusni Prawiro dengan Natalina Prawiro ini, yakni Abraham, yang biasa disapa Shallom.

Tetapi, si bungsu berusia 12 tahun ini kurang menggemari berkuda, tak seperti ketiga kakaknya. Shallom lebih menyukai otomotif.

Kalau tak dipaksa orangtua atau kakak-kakaknya Shallom jarang mau ikut menyaksikan perlombaan.                                         

Yusni Prawiro mengakui, ia tak bisa memaksakan kesemua anaknya mencintai olahraga berkuda khususnya equestrian.  Rasa suka dan cinta itu harus tumbuh dengan sendirinya.

Di luar Sembo, Johann dan Dani, rider atau penunggang kuda Pegasus lainnya adalah Fernando Wowiling, Joko Susilo, Wempy dan Raymen Kaunang, yang juga ayah dan anak, Yayat Subrata, dan pendatang baru  Ricky Vandani Manarisip.                                     

Kuda-kuda yang Pegasus tampilkan di APM Charity Show adalah Topthorn, Bless Pegasus, Kabiala, Maestro Blanco, Desert Snow, Princes Ivanka, Marcopolo dan Jerusalem.                                   

Sembo sejak September 2014 lalu sudah harus fokus menjalani kuliahnya d Hartpurry College, Gloucester, Inggris.

Oleh karena itu ia masih harus absen mengikuti beberapa event di tanah air yang digelar di luar masa liburnya. tb

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini