Kala itu, seorang Palestina bernama Gazan Mohhamed Assaf sukses memenangi Arab Idol, kontes pencarian bakat terpopuler di jazirah Arab.
“Terinspirasi Assaf, saya lantas bermimpi untuk memenangkan kontes global, yakni olimpiade. Banyak orang yang bilang saya gila karena bercita-cita seperti itu. Tapi saya tak peduli,” tutur sarjana ilmu sosiologi ini.
Rintangan ke Brasil
Jalan yang harus diretas Khatib agar bisa tampil di Olimpiade Brasil tidaklah mudah.
Khatib, belum pernah mengikuti kompetisi lari tingkat internasional. Konsekuensinya, ia harus menciptakan rekor lari 100 meter agar bisa memenuhi syarat keikutsertaan lomba lari global.
Tentunya, rekor tersebut sulit diwujudkan karena selain tak memiliki lintasan lari, Khatib terpaksa berlari di jalan beraspal dan di bawah terik matahari yang kerap di atas 90 derajat celcius.
Kalau cara itu tak bisa dilakukan, Khatib bisa berharap pada ketentuan wildcard dari komite olimpiade.
Kebijakan wildcard memungkinkan komite olimpiade memberikan satu slot kepesertaan yang kosong kepada sprinter dari negara yang tak memiliki wakil dari jalur mencetak rekor.
Sebagai catatan, pada Olimpiade London 2012, dari lima atlet Palestina yang berpartisipasi, empat di antaranya terdaftar dari jalur wildcard.
Cari Dana Bantuan
Selain masalah latihan, Khatib juga mengakui terkendala dana untuk pergi ke Brasil.
Khatib tak putus harapan. Ia bersama rekan-rekannya berupaya mengumpulkan dana sumbangan melalui internet.
“Hanya dalam waktu tiga hari, kami berhasil mengumpulkan 13 ribu Dollar AS,” tegasnya.
“Aku bertekad, bagaimana pun caranya, akan pergi ke olimpiade. Aku akan kibarkan tinggi-tinggi bendera Palestina di hadapan bangsa-bangsa lain, agar mereka tahu, kami setara dengan mereka!”