TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para atlet Pelatnas cabang olahraga dirgantara Paralayang untuk Asian Games 2018, membuktikan mental juara mereka dengan berhasil mengatasi tantangan alam sesungguhnya.
Pada Seri II Piala Dunia Ketepatan Mendarat Paralayang (Para Gliding Accuracy World Cup/PGAWC) 2017, 7-9 April lalu di pegunungan Vrsac, Serbia, Eropa Timur, tim Garuda Prima harus berlaga dalam suhu di bawah 10 derajat Celcius dan diuji kesabarannya karena kerap batal terbang akibat kecepatan angin mencapai 30 km/jam di lokasi takeoff (lepas landas).
Hasilnya, Rika Wijayanti, asal Jawa Timur merebut juara Kelas Putri, diikuti Ike Ayu Wulandari, juga dari Jawa Timur sebagai runner up bersama Milica Marinkovic (Serbia), karena jumlah nilainya sama. Sedangkan regu Garuda Prima 2 (Indra Lesmana, Ardi Kurniawan, Hening Paradigma, Thomas Widyananto) berhasil menjuarai Kelas Beregu.
“Kita sampai bawa selimut ke takeoff,” seru Ike, 22, menjelaskan dinginnya cuaca saat lomba.
Bersama Rika, Ike adalah dua diantara para pilot Paralayang masa depan Indonesia, berusia rata-rata 23 tahun. Mereka diharapkan meneruskan generasi emas tim SEA Games Indonesia 2011, yang sudah berumur rata-rata 36 tahun.
Kala itu, timnas berhasil meraup 10 dari 12 medali emas yang diperebutkan. Kehadiran Lis, Thomas dan alumni SEA Games 2011 lainnya dalam Pelatnas sekarang, penting untuk memotivasi dan membagi kiat terbang serta mendarat yang baik bagi para pilot junior.
Sebanyak 111 pilot dari 20 negara dibuat kecewa ketika lomba hari pertama (Sabtu, 8/4) dibatalkan akibat kondisi angin terlalu kencang, Sedangkan pada Minggu (9/4) baru satu ronde/sortie yang dapat diselesaikan.
Setelah setengah dari seluruh peserta dapat terbang di ronde kedua, angin kembali mengamuk. Hingga matahari terbenam angin tak kunjung bersahabat dan lomba terpaksa ditutup. Maka penentuan juara hanya berdasarkan hasil ronde pertama. Agar pilot dapat takeoff dengan baik dan aman, kecepatan angin sebaiknya 5-20 km/jam dan dari arah depan.
Akibat di Kelas Umum enam pilot memperoleh nilai terbaik, yaitu nol, karena berhasil menginjak tepat titik nol, maka mereka diadu lagi. Akhirnya dua pilot Serbia; Novak Jovan dan Ivan Pavlov berbagi podium juara pertama. Sedangkan Valery Tzvetanov (Bulgaria) meraih perunggu. Pilot Indonesia, Indra Lesmana yang sempat berada di kelompok 6 teratas bersama Tomas Lednik (Serbia) dan Victor Buchkov (Bulgaria), harus puas di peringkat ke enam dengan nilai lima.
Indonesia yang mengincar empat medali emas AG ’18, mengirim 18 pilot (sebutan untuk atlit olahraga dirgantara); 8 putri dan 10 putra pada Seri PGAWC 2017, guna memilih pilot tim nasional sebanyak 12 atlit (5 putri dan 7 putra).
Satlak Prima (Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas), badan di bawah Komite Olimpiade Indonesia (KOI) yang khusus menangani atlit berpotensi, menanggung biaya bagi semua anggota Pelatnas dan beberapa orang pelatih serta pimpinan regu guna mengikuti seluruh empat seri PGAWC 2017.
Selanjutnya Seri III akan berlangsung di Mont Saint Pierre, Kanada, 21-23 Juli dan Seri IV di Pegunungan Kobarid, Slovenia, 22-24 September. Super Final digelar Oktober, khusus peringkat 10 Besar dari Asia, Eropa dan tuanrumah, yang belum diputuskan penyelenggaranya.
Berarti hanya 30 pilot putri dan putra mendapat kesempatan memperbaiki peringkat akhir. Lewat rumusan tertentu, hasil semua seri ditambah Super Final akan dihitung guna mencari juara dunia 2017.
Hingga Seri II, bakal pesaing utama Indonesia di AG ’18, Thailand, belum unjuk gigi. Ketika ditanya Tagor Siagian, staf Humas Federasi Aero Sport Indonesia (FASI), kenapa absen, pilot putri andalannya, peringkat 13 Seri PGAWC 2016, Nunnapat Phuchong hanya berujar singkat sambil tertawa mesem,