Selain itu, kondisi cuaca yang dingin di malam hari (dengan temperatur bisa menyentuh 4 derajat celcius) juga merupakan salah satu tantangan terberat bagi peserta Indonesia.
Dari tiga peserta Indonesia yang berhasil menyelesaikan PBP, dua di antaranya, yaitu Sandi Adila dan Hendriyanto bahkan berhasil menyelesaikan PBP dengan sepeda lipat sehingga menjadikan mereka sebagai finisher pertama dari Indonesia dengan menggunakan sepeda lipat dengan catatan waktu 82 jam 53 menit.
Sandi Adila dan Hendriyanto Wijaya merupakan dua pesepeda dari Klub Brompton Monas Cyclists.
Untuk mempersiapkan diri dalam ajang PBP, Hendriyanto Wijaya, yang kesehariannya merupakan dokter gigi rutin latihan bersepeda sejauh 150 km setiap harinya.
Agar tidak mengganggu jadwal praktiknya, latihan kadang dimulai sejak jam 4.30 pagi hari sampai jam 10 pagi.
Bagi Sandi Adila, yang merupakan pengacara korporasi di salah satu firma hukum tertua di Indonesia, persiapan PBP sungguh sangat menantang.
Dua bulan sebelum ajang PBP, Sandi Adila mengalami kecelakaan tunggal ketika bersepeda yang mengakibatkan patahnya clavicula dan retak di bagian pelvis.
Untuk persiapan PBP, praktis Sandi Adila hanya memiliki waktu selama dua minggu. Suatu mission impossible menurutnya.
Salah satu kunci kesuksesan Sandi Adila dan Hendriyanto Wijaya dalam menyelesaikan PBP kali ini adalah persiapan mental dan kerja sama tim yang baik.
Dukungan dari teman-teman Brompton Monas Cyclists di Jakarta, yang aktif menanyakan kondisi serta kerap memberikan dukungan dari tanah air juga diakui kedua pesepeda ini sebagai salah rahasia kesuksesan keduanya dalam menyelesaikan PBP."
Nantikan kisah pebalap Sandi Adila dan Hendriyanto Wijaya dalam Paris - Brest - Paris (PBP) pada artikel selanjutnya.
(Tribunnews.com/Sina)