Waktu itu Mia ke Belanda, nah untuk ganti itu saja luar biasa susahnya. Sekarang kita berharap memaksimalkan saja. Untuk sampai yang tertinggi itu berat banget. Kita harus berharap ke yang muda lagi.
Tapi untuk tunggal putra mungkin bisa lebih cepat. Jadi kalau dilihat tinggal konsistensinya saja ya, setahundua tahun. Saya lihat di Olimpiade 2020 tuh masih ada kesempatan buat tunggal putra.
Kalau untuk tungal putri, bukan saya merendahkan, tapi memang masih berat. Untuk Olimpiade ini 2020 belum bisa. Mungkin Olimpiade yang akan datang. Itupun baru medali selain emas.
Selain menilik kualitas, hal apa yang sebenarnya Anda tanamkan kepada para pebulutangkis Indonesia?
Nah itu. Untuk menjadi juara tidak mudah, makanya ada pembentukan karakter karena untuk menjadi juara itu butuh ekstra. Paling tidak anak muda ini, dengan karakter yang ada, disiplin, kerja keras, itu sudah baiklah, tapi untuk menjadi juara dunia itu harus lebih ekstra lagi.
Ya, kesatu itu memang berawal dari keluarga. Kedua lingkungan, dan ketiga kemauan dari diri sendiri.
Saya juga belajar untuk bisa memahami karakter setiap pemain karena penanganan untuk anak-anak kan memang berbeda-beda. Jadi saya di sini berperan sama seperti di rumah. Saya memerhatikan pemain-pemain di sini yang punya karakter berbeda. Ada yang bisa dikerasi, ada yang cuma ngomong sedikit ngerti, ada yang tarik ulur.
Tapi untuk memperbaiki karakter mereka butuh proses. Ada yang bisa cepat, ada yang tidak.. Makanya saya bilang audisi itu sangat membantu sekali karena banyak sekali dari keluarga yang kurang mampu untuk bisa mengubah keadaan, termasuk saya. Saya dulu untuk ikut kejuaran-kejuaraan sampai teman-teman mami saya urunan. (*)