TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia mendapat pukulan pahit dalam prestasi dan citra dengan tidak ambil bagian pada cabang olahraga tenis meja di ajang SEA Games XXX/2019 di Filipina.
Hal ini karena belum kunjung terselesaikannya kisruh kepengurusan tenis meja di Tanah Air yang melibatkan tiga wadah Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PTMSI)
Dari segi prestasi, dengan tidak mengirimkan tim tenis meja, membuat peluang menambah medali emas tertutup bagi Indonesia di ajang SEA Games 2019.
Pasalnya, kekuatan tenis meja termasuk yang diperhitungkan di kawasan Asia Tenggara. Bahkan dulu pernah memborong tujuh emas yang dipertandingkan.
Ketidakhadiran tim tenis meja itu diakui oleh Menteri Pemuda Dan Olahraga Zainudin Amali sebagai salah satu alasan kenapa Indonesia gagal bersaing dengan Vietnam, Thailand dan Filipina dalam perburuan medali.
Selain dari segi prestasi, citra Indonesia juga terpukul. Masyarakat tenis meja internasional, terutama di kawasan Asia Tenggara, mengetahui tentang perpecahan pada cabang olahraga ini di Indonesia. Masalah yang tidak terselesaikan hampir lebih dari 10 tahun.
Mengingat hal tersebut Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PB PTMSI), Lukman Edy meminta Menpora Zaninudin Amali segera menyelesaikan kasus tigalisme organisasi tenis meja Indonesia.
Mantan Ketua Komisi II DPR-RI ini mengharapkan Menpora bersama Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat dan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) cepat turun tangan demi menyelamatkan nasib atlet tenis meja Indonesia.
"Kalau dari sisi hukum sudah jelas PB PTMSI yang saya pimpinlah yang sah sebagai satu-satunya organisasi tenis meja Indonesia. Tapi' saya tidak mempermasalahkannya karena saya ingin kemelut tenis meja berakhir dan atlet tenis meja Indonesia bisa berkembang. Saat ini, mereka kebingungan kemana mau berpijak. Semua masing-masing mengklaim yang paling sah. Baik PP PTMSI pimpinan Oegroseno dan PB PTMSI pimpinan Pieter Layardi yang menggantikan Datok Sri Taher," kata Lukman Edy.
Apa yang diungkapkan Lukman Edy cukup beralasan. Pasalnya, Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI) memenangkan gugatan yang dilayangkan PB PTMSI tentang pelaksanaan Munaslub PB PTMSI yang diadakan KONI Pusat dengan Ketua Umum PB PTMSI Datok Sri Taher.
Bahkan, hasil gugatannya pun telah diperkuat oleh Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Lantas apa jalan keluar untuk menyelamatkan tenis meja Indonesia? Edy Lukman menjawab', "Tidak ada jalan lain. Pak Zainudin Amali mesti berani membubarkan semua organisasi tenis meja dan memerintahkan KONI Pusat menggelar Munaslub PTMSI untuk membentuk kepengurusan PB PTMSI yang baru. Dan, saya lebih rela jika pak Zainudin Amali memberlakukan larangan ketiga ketua umum tak boleh mencalonkan diri demi menyelamatkan tenis meja Indonesia. Itu saya lebih ikhlas."
Lukman Edy juga meminta KONI Pusat pimpinan Marciano Norman tidak mengulang kesalahan yang dilakukan Tono Suratman saat memimpin KONI Pusat. "Sudah cukuplah kesalahan KONI Pusat terdahulu dan jangan terulang kembali. Kini, pak Marciano harusnya konsentrasi mengembalikan citra KONI dengan lebih mengutamakan kepentingan atlet," tegasnya.
Khusus kepada National Olympic Committee (NOC) Indonesia pimpinan Raja Sapta Oktohari, Lukman Edy meminta untuk tidak mengakomodir organisasi tenis meja sebelum bersatu. "Saya rasa Raja Sapta Oktohari paham untuk menyelesaikannya. Dulu, organisasi balap sepeda juga terjadi dualisme tetapi saat dia memimpin ISSI semuanya bisa diselesaikan'," jelasnya.