Cerita Feby Sofia Bunda, Wanita Karier yang Beralih Jadi Pelari Trail, Lari Lintas Alam Pakai Sepatu Diskonan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Alfarizy AF
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Alam bebas memang tak ada habisnya untuk dieksplorasi.
Banyak kegiatan yang dapat dilakukan ketika berada di ruang terbuka itu, termasuk berolahraga.
Lari lintas alam satu di antara olahraga yang dapat dilakukan ketika di alam bebas.
Lari lintas alam atau yang biasa disebut lari trail bisa dianalogikan sebagai perpaduan antara lari dan mendaki gunung.
Dua perpaduan tersebut tentu menghasil satu olahraga yang tentu tak mudah untuk dilakukan.
Manajemen resiko, pemahaman medan, sampai kebugaran jasmani pun menjadi hal yang harus diperhatikan.
Feby Sofia Bunda, merupakan satu di antara pelari alam yang telah mengikuti beberapa kegiatan lari lintas alam mulai dari dalam negeri sampai di belahan benua lainnya.
Baca juga: Feby Sofia Bunda, Bagikan Tips untuk Lari Trail Pemula
Baca juga: Tak Ada Pawang-pawangan, Ini Prakiraan Cuaca dari BMKG Saat Balapan Formula E di Jakarta
Feby sapaan akrabnya tak pernah mengira keisengan dengan sang suami pada delapan tahun silam itu telah membawanya ke dunia yang 180 derajat berbeda dengan ia sebelumnya.
Perempuan berdarah Bugis yang lahir di Makassar 27 Februari 1979 itu semasa kecilnya bukanlah tipikal anak yang suka beraktivitas di luar ruangan seperti anak seusianya.
Barulah mulai saat duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA) Feby mulai rutin mengikuti kegiatan-kegiatan di alam bebas bersama rekannya, puncaknya ia pernah mendaki Gunung Bawakaraeng, Gowa, Sulawesi Selatan.
"Saya pas kecil itu tipikal anak yang suka di rumah, dan berhubung saya taat sama perintah orang tua yang waktu itu ngebatesin saya untuk ikut kegiatan-kegiatan di luar, apalagi sampai ke alam bebas ya,"ujar Feby saat ditemui pada kediamannya di Sentul, Kabupaten Bogor.
Baca juga: Soal Cuaca Saat Balapan Formula E, Gubernur Anies: Tak Ada Pawang-pawangan, Kami Bekerja Pakai Data
Orangtua Feby merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mulanya ditempatkan di tanah kelahirannya di Makassar, kemudian Feby beserta keluarganya sempat berpindah tempat ke beberapa daerah lainnya, termsuk Yogyakarta.
"Bapak saya pegawai negeri yang (siap) ditempatkan di seluruh Indonesia jadi beberapa kali kami ikut orang tua kami dinas, saya pernah bersekolah di Yogya, kemudian kembali lagi ke tanah kelahiran saya di Makassar," ujar ibu satu anak tersebut.
Saat setelah menyelesaikan studinya di jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Hasanuddin, Makassar pada 2003, Feby sempat bekerja sekira dua tahunan di Makassar di industri perhotelan.
Selepas dari pekerjaan sebelumnya, Feby memutuskan untuk merantau ke tanah Borneo.
Balikpapan menjadi persinggahan perempuan Bugis tersebut dengan bekerja masih di bidang yang sama.
Pada saat berkarier di bidang hotelier, Feby kerap menjadi asisten pribadi atau personal assistant (PA) dari beberapa kliennya.
"Saya setelah selesai kuliah bekerja di Industri perhotelan di Makassar selama kurang dari tiga tahun, kemudian setelah itu saya merantau ke Balikpapan dan masih bekerja di bidang hotelier. Di Balikpapan inilah saya bertemu klien-klien saya yang sebagian besar bekerja di bidang eksplorasi minyak,"kata feby.
Di Balikpapan jugalah Feby bertemu dengan suaminya yang kala merupakan klien Feby.
Kemudian Feby memutuskan untuk kembali merantau ke tempat yang lebih jauh dari tanah kelahirannya.
Pada 2010 ia pindah bekerja ke Jakarta. Kala itu ia bekerja pada perusahaan pengiriman atau logistik, feby ditempatkan sebagai Customer Service Manager di Jakarta pada tahun 2010.
Pasca-melahirkan sang buah hati, Feby masih sempat bekerja, namun karena ia rasa terlalu berat untuk dijalankan, Feby akhirnya mengalah untuk fokus mengurus anak dan Suami.
Setelah sebelumnya menjadi sosok wanita karier yang bekerja hampir 12 jam per hari, Feby memiliki banyak waktu ketika ia tak lagi bekerja dan hanya di rumah.
Medio 2014, Feby yang kala itu sedang berselancar di media sosial, melihat publikasi beberapa rekannya sedang mengikuti kegiatan lari di alam bebas.
"Sebagai wanita karier yang sibuk, saya kadang bekerja dari pukul 8 pagi sampai 8 malam, dan ketika tidak bekerja lagi dan menjadi tidak punya kegiatan rutin seperti sebelumnya, saya hanya mengurusi suami dan anak, dan dibantu oleh Asisten Rumah Tangga (ART) juga," tutur Feby.
Bermodalkan informasi yang telah ia kumpulkan, rencana untuk lari trail bersama sang suami pun mengerucut pada MesasStila Challenge.
Ini menjadi 13Km pertama Feby di dunia Trail Run.
"Pertama itu lari trail di Mesastila, Magelang, waktu itu saya coba ikutan 13 kilo, ikut-ikutan saja, itu kategori yang paling pendek jarak tempuhnya, beberapa ada yang setengah marathon (21Km) dan ada yang marathon (42Km)," kata dia.
MesaStila merupakan bagian dari empat balapan ultratrail yang sangat menantang di Indonesia (Grand Slam Ultra Indonesia).
Feby menceritakan pengalamannya kali pertama mengikuti lari di alam bebas, meski pada saat itu ia telah melakukan persiapan dengan dengan suami, namun ternyata masih banyak hal-hal kecil yang luput dari mereka.
Kala itu Feby dan suami membeli dua pasang sepatu yang sama, tentu berbeda ukuran.
Salomon, menjadi sepatu pertama Feby dan suaminya.
"Saya pakai sepatu Salomon, dan ternyata itu bukan sepatu untuk trail run, saya beli itu di toko diskon di Malaysia dengan suami saya. Ketika kami pakai ya nyaman-nyaman saja karena kita memang gak tau kalau sepatunya gak tepat," ujar Feby sambil tertawa. (M39)