"Putriku jarang menunjukkan rasa sakit di stadion, dan melihatnya seperti itu membuatku merasa tidak enak," kata ayah An Se-young, An Jung-hyeon.
"Sebagai orang tua, aku ingin dia berhenti bermain."
"Tapi aku mendukungnya karena aku tahu dia memiliki kepribadian yang tidak akan pernah menyerah," katanya menegaskan.
Namun siapa nyana, kepercayaan dan kekhawatiran dari kedua orang tua An Se-young berbuah manis.
Sempat kesulitan di gim kedua ketika Chen Yu Fei dapat momentum untuk mengajak rubber, An Se-young tetap menjaga fokus.
Dia berhasil melibas Yu Fei di gim ketiga dengan skor telak 21-8 dan memastikan medali emas.
Seusai laga, An Se-young diberitahu soal reaksi kedua orang tuanya.
Dia mengaku tak mendengar sorakan apapun dari sang ibu dan ayah dari tribun.
"Saya tidak dapat mendengar apa pun di dalam stadion," kata An Se-young.
"Bahkan jika saya disuruh menyerah, saya akan bermain sampai akhir."
"Saya hanya fokus pada satu poin tanpa berpikir (soal cedera)," tukasnya.
Perjuangan An Se-young dalam melawan rasa sakit dan menajamkan fokus berbuah manis.
Dia memutus puasa emas di tunggal putri Korea setelah 29 tahun lamanya.
Kali terakhir tunggal putri Korea merebut medali Asian Games tahun 1994 silam.
Saat itu keping medali emas dipersembahkan oleh atlet bernama Bang Soo-hyun.
Nyaris 3 dekade puasa gelar, akhirnya An Se-young melepas dahaga dengan pulang ke Negeri Ginseng membawa medali emas.
(Tribunnews.com/Niken)