TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah pelatih Liga Voli Korea, baik sektor putra dan putri tegas mengkritisi sistem rekrutmen pemain asing, baik Asia maupun Non-Asia.
Baru-baru ini Liga Voli Korea mendapatkan kabar soal perpanjangan kontrak dua pevoli asing Asia untuk musim 2024/2025.
Adalah Daejeon JungKwanJang Red Sparks dan Suwon Hyundai Hillstate yang memilih untuk mempertahankan pemain asing Asia musim lalu.
Yap, Red Sparks memutuskan meneken kontrak baru oppoiste Timnas voli putri Indonesia, Megawati Hangestri Pertiwi.
Seabrek prestasi individu berhasil ditorehkan Megawati selama memperkuat Red Sparks di Liga Voli Korea 2023/2024.
Tak hanya sebatas menjadi penyumbang poin terbanyak, pevoli asal Jember, Jawa Timur ini juga menunjukkan efektivitas permainan bagus. Dia juga menjadi bagian pilar permainan skuad asuhan Ko Hee-jin, mengakhiri penantian 7 tahun untuk menembus babak play-off.
Sedangkan Hyundai Hillstate, sangat cukup memiliki alasan untuk mempertahankan outside hitter asal Thailand, Wipawee Srithong.
Dia menjadi kepingan puzzle penting dalam membantu klub asal Kota Suwon menjuarai Liga Voli Putri Korea 2023/2024. Wipawee difokuskan dalam membantu pertahanan, selain bertugas sebagai senjata rahasia dalam penyerangan.
Namun di tengah euforia dampak positif yang diberikan pemain asing Asia bagi tim-tim Liga Voli Korea, khususnya sektor putri, tak sedikit pelatih yang mengkritisi cara KOVO dalam hal rekrutmen.
Federasi Bola Voli Korea Selatan (KOVO) memang mempunyai cara berbeda di banding tim-tim bola voli lainnya untuk mendatangkan pemain asing.
Baik asing Asia maupun Non-Asia, wajib melamar untuk terdaftar di Draft Try-Out V-League musim yang diikuti. Nantinya para pevoli harus datang ke Negeri Ginseng untuk menjalani seleksi.
Baca juga: Resmi! Megawati Perpanjang Kontrak dengan Red Sparks, Taji Megatron Kembali di Liga Voli Korea
Oleh juru taktik Incheon Pink Spiders, Marcello Abbondanza dan Tommi Tiilikainen sebagai juru taktik Incheon Korea Air Jumbos, regulasi yang ditetapkan KOVO terbilang menyulitkan.
Hal itu berbeda dengan regulasi transfer pemain di Superlega Italia maupun SultanLigi (Turki) yang langsung bernegosiasi dalam mendatangkan amunisi anyar.
Sehingga apa yang dibutuhkan pelatih dalam menunjang pola permainan dapat dipenuhi.
"Faktanya, olahraga voli Korea sempat meresahkan karena berbeda dengan kesuksesan V-League, daya saing timnas justru menurun," terang Abbondanza dikutip dari laman Naver.
"Dalam hal perekrutan pemain, regulasi harus diubah agar masing-masing tim bisa bebas mencari pemain baru sesuai kebutuhan," tambah pelatih asal Italia.
Komentar serupa juga disampaikan Tommi Tiilikainen.
Menurutnya, sistem try-out yang diterapkan KOVO terlalu membuang waktu dan hasilnya tidak maksimal, karena secara opsi terbilang terbatas.
"Lebih baik langsung berikan keleluasaan dalam hal transfer daripada mengadakan try-out, setiap pelatih memiliki patokan masing-masing dalam permainan," sambung juru taktik berkebangsaan Finlandia ini.
KOVO memang lama menerapkan sisten try-out untuk pemain asingnya. Namun untuk Asia Quarter, Liga Voli Korea 2024/2025 merupakan musim kedua kebijakan tersebut dilakukan.
Menarik untuk dinantikan bagaimana respons KOVO menyikapi keluhan yang disampaikan oleh para pelatih V-League Korea Volleyball soal regulasi transfer pemain.
(Tribunnews.com/Giri)