Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mayoritas pemegang hak suara Pengurus Pusat Persatuan Olahraga Berkuda Indonesia (PP Pordasi) mengajukan protes atas terjadinya perpanjangan masa bakti Triwatty Marciano sebagai Ketua Umum (Ketum) PP Pordasi 2020-2024 yang berlandaskan Surat Edaran Ketua Umum KONI, Marciano Norman.
Hal ini berawal saat Triwatty Marciano menjalankan rapat kerja nasional (Rakernas) Pordasi yang semestinya diagendakan untuk persiapan Munas ke-XIV pada 9 November 2023 di DIY, mendadak dirubah agendanya menjadi rapat perpanjangan masa bakti kepengurusan.
Pengurus Pengprov Pordasi NTB, Abdul Malik menyatakan hal itu jelas melanggar AD/ART Pordasi dan "mengambil paksa" hak anggota sebagai pemilik suara dalam menentukan dan memilih Ketua Umum Pordasi periode 2024-2028.
"(Seharusnya) mekanismenya hanya melalui Munas, bukan Rakernas. Apalagi yang menjadi dasar perpanjangan masa bakti adalah Surat Edaran KONI, Surat usulan dari Triwatty, dan Surat Keputusan oleh Ketum KONI yang mana adalah suami dari Triwatty sendiri. Hal ini patut diduga terjadinya Nepotisme, Intervensi dan Inkonstitusional dalam
Pordasi.”
Menurut Malik, Surat Keputusan KONI terkait Perpanjangan kepengurusan Ketua Umum Triwatty Marciano pada PP Pordasi merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power. Dan hal ini melanggar piagam olimpiade (Olympic Charter) yang telah mengatur hak dan kewajiban berotonom pada seluruh cabang olahraga yang dipertandingkan di Olimpiade.
“Saat ini PP Porsasi menaungi empat cabang olahraga; Equestrian, Pacuan, Polo dan Memanah Berkuda. Khusus Cabor Berkuda Equestrian adalah cabor yang dipertandingkan di Olimpiade. Dimana hak otonom wajib diterapkan bila mau tetap diakui oleh induk olahraganya di dunia yaitu FEI.”
Baca juga: Jens Raven Cetak Gol, Exco PSSI: Kalau Makin Baik Bisa Buat Timnas Senior
Malik juga menegaskan, persoalan ini bukan soal dualisme kepengurusan. Situasi ini terjadi karena saat berakhirnya kepengurursan periode 2020-2024 pada 31 januari 2024, tidak diselenggarakan Munas oleh Triwatty Marciano. Kemudian 13 dari 25 Pengprov (dengan nilai bobot korum 64 persen) melakukan Munas XIV pada 31 Mei 2024, yang hasilnya Aryo Djojohadikusomo terpilih aklamasi menjadi Ketua Umum Pordasi periode 2024-2028.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Harian PP Pordasi terpilih 2024-2028, Eddy Sadak.
Ia menjelaskan, setiap Induk cabang olahraga olimpiade di bawah naungan Institusi Olahraga Dunia yang bernama International Olympic Committee (IOC). Di setiap negara, IOC mempunyai perwakilannya langsung yang disebut National Olympic Commitee (NOC).
Adapun NOC di Indonesia yang menjadi perpanjangan tangan IOC adalah KOI, Komite Olimpiade Indonesia yang Ketua Umumnya saat ini adalah Raja Sapta Oktohari (Okto). Dan setiap negara, NOC adalah badan independen yang tidak bisa di intervensi oleh pihak manapun termasuk pemerintah di negaranya.
“Tertanggal 1 Februari 2024, beberapa Pengprov Pordasi telah mengirimkan surat kepada Ketua Umum KOI terkait permasalahan legitimasi perpanjangan kepengurusan PP Pordasi, yang secara sepihak dilakukan oleh Triwatty Marciano. Dimana pihak KOI melalui surat balasannya telah merespon dengan tegas tentang permasalahan ini. Sayangnya, Ketum Koni Marciano Norman tidak mengindahkan penjelasan KOI tersebut,” tegasnya.
Baca juga: Berstatus Debutan di Olimpiade Paris 2024, Rinov/Pitha Akui Masih Gugup
Adapun isi surat KOI tertanggal 19 Februari antara lain menyatakan bahwa PP Pordasi adalah federasi nasional (induk organisasi cabang olahraga) yang diakui oleh Federation Equestre Internationale (FEI), federasi internasional yang olahraganya (equestrian) merupakan olahraga yang dipertandingkan di dalam olimpiade, maka sebagai organisasi bagian dari gerakan olimpiade di Indonesia, PP Pordasi memiliki hak dan kewajiban berotonomi tersebut.
Pada surat tersebut, KOI juga menjelaskan keputusan untuk memperpanjang masa kepengurusan atau mengundurkan jadwal musyawarah nasional harus diputuskan secara internal PP Pordasi sesuai dengan mekanisme yang diatur di dalam anggaran dasar dan anggara rumah tangga PORDASI.
Dan di akhir surat balasan KOI kepada Pengprov PORDASI, menegaskan bahwa atas dasar pertimbangan-pertimbangan di atas dan dengan tetap menghormati serta menjunjung tinggi prinsip otonomi yang diatur di dalam piagam olimpiade maka Komite Olimpiade Indonesia tidak dapat mengakui ataupun mendukung pengelolaan organisasi bagian dari Gerakan olimpiade (termasuk keputusan memperpanjang masa bakti kepengurusannya) apabila bertentangan dengan piagam olimpiade.