TRIBUNNEWS.COM, ZURICH - Presiden FIFA yang kembali terpilih, Sepp Blatter, mengaku terkejut atas cara pemerintah Amerika Serikat yang menginvestigasi lembaga pimpinannya.
Blatter pun mencium adanya konspirasi dari para pemimpin federasi sepak bola negara-negara Eropa.
Blatter menilai penangkapan tujuh pengurus FIFA pada beberapa hari lalu sebagai upaya intervensi kongres FIFA.
Blatter juga menganggap penangkapan yang dilakukan lembaga antikorupsi Amerika Serikat tersebut sebagai upaya menjegal pencalonan kembali dirinya.
"Saya tidak yakin, tapi aromanya tidak sedap," kata Blatter kepada RTS.
Kepengurusan Blatter diterpa isu korupsi. Pemerintah Amerika Serikat menyebut korupsi yang terjadi di dunia sepak bola sangat sistematis dan mengakar, baik dalam skala internasional maupun nasional.
"Tentu saja saya terkejut. Sebagai Presiden FIFA saya tidak akan pernah berkomentar soal organisasi lain tanpa kepastian atas apa yang telah terjadi," ujar Blatter yang kembali terpilih sebagai Presiden FIFA untuk kali kelima.
Blatter kemudian mencium konspirasi antara Amerika Serikat, Inggris, dan pesaingnya, Pangeran Ali bin al-Hussein. Blatter mengungkapkan Amerika Serikat kalah bersaing dengan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022.
Inggris kalah bersaing dengan Rusia sebagai tuan rumah Piala Dunia 2018. Menurut Blatter, Amerika Serikat adalah pendukung nomor satu Pangeran Ali.
Blatter juga menyindir Presiden UEFA, Michel Platini. Platini mendesak Blatter mundur sebagai Presiden FIFA setelah kasus korupsi itu terkuak.
"Ini kebencian yang tidak hanya datang dari seseorang di UEFA. Ini datang dari organisasi UEFA yang tidak senang saya menjadi presiden pada 1998," ujar Blatter.