TRIBUNNEWS, COM. JAKARTA - Kongres Pemilihan PSSI yang rencananya akan digelar di Makassar, 17 Oktober 2016, seperti menggantung tanpa kepastian.
Hal ini disebabkan konflik kepentingan yang terjadi antara dua kubu yang sama-sama ingin merebut kursi Ketua Umum PSSI 2016-2020.
Konflik itu terjadi lantaran keputusan Komite Eksekutif PSSI yang saat ini dipimpin oleh Hinca Panjaitan sudah menetapkan dan memilih kota Makassar sebagai tuan rumah kongres.
Namun pilihan ini ditanggapi lain oleh pemerintah dalam hal Menpora Imam nahrawi.
Imam secara tegas tidak mendukung digelar Kongres Pemilihan PSSI di Makassar. Sebaliknya ia mengusulkan agar kongres digelar di Yogyakarta.
Ada beberapa pertimbangan atau alasan yang diajukan, salah satunya karena Makassar dinilai akan menguntung kelompok tertentu. Misalnya Erwin Aksa, salah satu kandidat ketua umum dan wakil ketua umum.
Keputusan Menpora ini ditanggapi dingin oleh PSSI yang menganggap Menpora melakukan intervensi terlalu dalam terhadap keputusan organisasi, PSSI.
Namun Menpora tidak sendirian. Kelompok 85 (K-85), yang mengklaim mewakili 85 voters dari 105 voter dalam kongres, mendukung keputusan Menpora.
Kabar terakhir, K-85 ini bahkan siap untuk memboikot kongres PSSI tersebut. K-85 yang jauh-jauh hari sudah mengusung Letjen (TNI) Edi Rahmayadi sebagai calon ketua umum, ingin kongres digelar di Yogyakarta seperti halnya keinginan Menpora.
“Bukannya kami tidak setuju dengan Makassar, yang merupakan salah satu kota sepak bola di Indonesia. Namun alangkah baiknya jika kongres benar-benar digelar di tempat netral, seperti Yogyakarta,” ungkap Gatot Hariyo Sutejo, Ketua Umum Persijatim Jakarta Timur FC, yang juga pentolan K-85.
Namun konflik kepentingan ini balik ditanggapi dingin oleh PSSI. Sebagai organisasi yang ingin mandiri tanpa campur tangan pemerintah, mereka tetap menjalankan rencananya seperti semula. Baik dengan atau tanpa K-85 PSSI mengaku akan tetap jalan terus.
“Kami pada prinsipnya taat dengan semua regulasi dan aturan dari organisasi, terutama komitmen kami yang sudah menetapkan Makassar sebagai tuan rumah kongres mendatang,” ujar Azwan.
PSSI bahkan telah mengirimkan agenda kongres Makassar kepada seluruh pemilik suara yang telah didistribusikan Senin (19/9).
Kongres Pemilihan sendiri, baru sah jika dihadiri minimal 2/3 voters PSSI. Jika K-85 benar-benar memboikot, maka dikhawatirkan kongres di Makassar hanya akan dihadiri sekitar 20 voters. Tentu jumlah tersebut kurang untuk menjadikan kongres itu sah dan quorum.