Tiga posisi pemain penting digeser. Jordan Henderson ditarik lebih jauh ke belakang, memainkan peran deep-lying playmaker, persis Steven Gerrard. Posisi awal Henderson diberikan kepada Adam Lallana, dengan tambahan peran. Lallana menjadi gelandang sentral.
Dua perubahan ini mengakibatkan perubahan yang revolusioner pada James Milner. Barangkali tidak ada yang pernah membayangkan, termasuk suporter Liverpool sendiri, bahwa Milner, sosok yang sudah terlanjur identik dengan posisi gelandang tengah (yang bertenaga) akan bermain sebagai bek sayap kiri.
Perubahan-perubahan ini membuat Liverpool lebih cepat dan dinamis. Data statistik opta menunjukkan Liverpool sebagai klub yang (pemain-pemainnya) paling banyak berlari. Rata-rata (kalkulasi seluruh pemain) 814,8 km per pertandingan. Sebaliknya, Manchester United justru tercatat sebagai yang paling sedikit.
"Sepakbola modern adalah kemenangan. Satu klub bisa bermain indah sekaligus menang, itu yang paling baik. Kami sedang menuju ke sana. Saya tidak peduli pada orang-orang yang memandang sinis. Mereka para Einstein. Orang-orang jenius yang memandang dan bisa mengambil kesimpulan hanya dari satu pertandingan. Tapi saya tidak peduli pada apapun yang mereka katakan. Biar saja karena itu memang pekerjaannya. Saat ini, yang paling dibutuhkan (Manchester) United adalah kemenangan," kata Mourinho pada Sachin Nakrani dari Guardian.
Di bawah besutan Louis van Gaal, Manchester United mendewakan permainan posisi. Bola berpindah dari kaki ke kaki. Sentuhan demi sentuhan, yang seringkali indah. Namun persoalannya, keindahan tak selaras dengan daya gebrak.
Mourinho pernah "berguru" pada Van Gaal. Tapi filosofi sepakbola Mourinho, makin ke sini, makin pragmatis. Tujuan utamanya hanya gol. Maka pemain- pemainnya jarang sekali berlama-lama dengan bola. Tiap kali mendapatkannya, bola langsung dilesatkan ke depan. Makin sedikit sentuhan semakin bagus. Di Real Madrid, Cristiano Ronaldo pernah mencetak gol yang dibangun dari lini pertahanan oleh lima orang lewat sembilan sentuhan dalam tempo 12 detik.
Kecepatan dan efektivitas serangan seperti ini memang belum bisa diterapkan Mourinho di Manchester United. Dia tidak punya cukup amunisi yang memungkinkan itu terjadi sekaligus. Tidak dalam kecepatan yang dahsyat. Tapi dia punya modal lain untuk membuat Manchester United bermain lebih efektif, rapi sekaligus tajam tanpa perlu berlama-lama betul dengan bola. Dia punya Paul Pogba dan Zlatan Ibrahimovich. Dia juga punya Juan Mata, pemain yang di luar dugaan banyak orang ternyata jadi bagian penting skuat Red Devils --julukan Manchester United.
Namun Mourinho bukan tanpa masalah. Dan masalahnya berulang. Masalah yang juga dihadapinya di Real Madrid dan Chelsea. Masalah yang membuatnya terbuang. Di Madrid Mourinho membangkudangkan Iker Casilas. Sedangkan di Chelsea dia menepikan John Terry. Pemain-pemain senior yang dihormati pemain lain dan punya pengaruh besar di manajemen. Sekarang, kebijakan serupa harus diterima Wayne Rooney.
Sampai sejauh ini Rooney tidak bereaksi keras. Dia anteng saja duduk di bangku cadangan. Kepada koran-koran dan tabloid Inggris yang memang doyan menyantap isu-isu model begini, Rooney bilang bahwa dia menerima keputusan Mourinho sepanjang hal itu untuk kebaikan Manchester United. Pernyataan yang bijak. Dan terbukti, tanpa Rooney di lapangan, permainan jadi jauh lebih tajam.
Tapi pertanyaannya. sampai kapan Rooney akan bersikap manis? Mungkin tak lama. Dan apabila dia meledak, alamat gawat. Bisa-bisa Mourinho akan kembali kena depak.
twitter: @aguskhaidir