Mestinya, lanjut Esti, pihak Kemenpora mengajukan lembaga independen seperti Komite Perubahan Sepak Bola Nasional (KPSN) untuk berdiskusi dengan AFC/FIFA.
Sehingga pemerintah bebas dari kecurigaan intervensi dan bebas dari tuduhan cari muka ke Presiden Joko Widodo mengingat saat ini Menpora Imam Nahrawi dikaitkan dengan kasus suap KONI.
Apalagi KPSN selama ini telah bekerja sama dengan Satuan Tugas (Satgas) Antimafia Bola Polri dalam memberantas match fixing demi menciptakan PSSI yang bersih sehingga sepak bola Indonesia bisa berprestasi.
"Kalau Sesmenpora yang berkirim surat langsung kepada FIFA, itu bisa ditafsirkan intervensi, hal mana melanggar Statuta PSSI dan Statuta FIFA sendiri," paparnya.
Dengan mengajukan KPSN sebagai mitra diskusi AFC/FIFA, lanjut Esti, maka pemerintah tak akan dituduh intervensi.
"Tapi itu belum terlambat. Masih ada waktu bagi Kemenpora untuk mengajukan KPSN, atau mengarahkan delegasi AFC/FIFA bertemu KPSN guna membahas KLB PSSI yang sudah diputuskan Komite Eksekutif," ujar Esti.
"KLB adalah solusi terbaik bagi kondisi PSSI saat ini. Pemerintah RI tak perlu mengundang campur tangan pihak asing terlalu jauh. Yang kita butuhkan dari FIFA cuma rekomendasi untuk menggelar KLB PSSI," sambungnya.
Seperti diberitakan, delegasi AFC/FIFA, Rabu hingga Kamis (10-11/4/2019) berada di Jakarta. Mereka dikabarkan akan membereskan sejumlah masalah yang membelit PSSI.
Rencana kunjungan delegasi AFC/FIFA itu diketahui melalui surat yang diterima oleh Sesmenpora Gatot S Dewa Broto, Selasa (9/4/2019).
Surat tersebut sekaligus menjawab pertanyaan dari Gatot pada 5 April 2019.
Gatot, yang mengatasnamakan perwakilan Pemerintah RI bersurat kepada Sekretaris Jenderal FIFA Fatma Samba Diouf Samoura menanyakan peluang perwakilan FIFA untuk duduk satu meja dengan Pemerintah RI saat berkunjung ke Jakarta. Kemenpora berharap bisa membahas kondisi PSSI bersama FIFA. [Eko Priyono]