Untuk itu ia pun meminta kepada seluruh jajaran baik dalam hal ini PSSI, PT LIB dengan pemerintah duduk bersama melihat secara luas dampak dari berhentinya kompetisi.
“Yang bergantung dengan kompetisi sepakbola bukan cuma pemain dan pelatih, di luar sana ada pedagang yang jual kaos bola, jual makanan minuman, terus orang-orang yang kerja di klub. Jadi saya harap bisa mulai lagi, ekonomi buat mereka juga pulih lagi,” kata Rully.
“Kompetisi tidak ada, latihan saja juga tidak bisa makanya ini harus dipikirkan semua jajaran. Insan olahraga dan pemerintah harus duduk bersama mencari solusi terbaik bagi kompetisi kita,” pungkasnya.
Rully menyadari sepakbola kini bukan lagi sekadar kompetisi olahraga biasa, tapi sudah menjadi industri.
Ia berharap klub-klub Indonesia ke depan bisa meniru klub-klub luar negeri yang bisa mengelolanya secara mandiri. Sehingga apabila ada kondisi seperti ini – terhentinya kompetisi karena pandemi Covid-19, klub-klub bisa tetap bertahan.
“Sepakbola sekarang sudah jadi industri, di negara lain bisa tetap main kenapa di negara kita tidak bisa?”, kata Rully Nere.
“Kita tahu di sana hampir semua klub-klubnya itu bisa mandiri sendiri, mereka betul-betul profesional, mereka punya usia muda. Di samping itu mereka punya lapangan sendiri-sendiri, itu yang penting sekali. Kalau kita klub tidak punya lapangan, semuanya punya pemerintah. Makanya kalau pemerintah sudah tak kasih izin jadi ya mau gimana lagi, lapangan kan punya mereka,”
“Saya berharap klub-klub Indonesia ke depan bisa memanfaatkan industri sepakbola ini dengan baik, sehingga jadi klub-klub sepakbola profesional yang mempunyai fasilitas pribadi,” jelasnya.