Selain kalah secara statitik, Foden juga kalah dalam hal momentum dengan Saka. Gol terakhir --dan satu-satunya-- Foden dalam duel kontra tim enam besar, tercipta saat melawan Liverpool pada 3 Oktober, atau lebih dari tujuh bulan yang lalu. Sedang Saka mengoleksi empat gol dan satu assist dalam enam duel kontra tim enam besar.
Menariknya lagi, Saka mengemas empat gol dalam enam big match itu --termasuk saat melawan City-- hanya dalam durasi total 129 menit. Bandingkan dengan Foden yang mengemas satu-satunya gol di enam big match dengan melakoni 715 menit.
Bahkan, Critchlow menulis, dirinya tidak dapat memahami bagaimana Foden bisa lebih unggul dari Alexander-Arnold. Arnold menjadi pemain muda pertama yang terpilih saat trofi ini pertama digelar musim 2019/20 lalu.
Bek kanan asal Liverpool ini mengemas dua gol, dan sembilan assists musim ini. Dan selalu jadi pilihan utama Juergen Klopp di Liga Primer, dan Liga Champions.
Foden tampaknya memang lebih populer di kalangan para fan. Karenanya, dia bisa mendapatkan hasil voting yang tertinggi. Gelandang serang berusia 21 tahun ini sempat absen di awal-awal musim akibat cedera kaki. Setelah kembali ke lapangan, dia langsung bisa menunjukkan kiprah terbaiknya.
"Aku sangat bangga untuk bisa meraih penghargaan ini dua musim berturut-turut. Ada banyak sekali pemain muda berbakat di Premier League dan adalah sebuah kebanggaan besar untuk bisa meraihnya lagi," kata Foden.
Ke depan, usai kompetisi, bakal digelar lagi penghargaan pemain terbaik Liga Primer yang digelar oleh PFA (Professional Footballers' Association). Mereka yang memilih adalah para pemain profesional.
Dua tahun terakhir, pemain pemain muda terbaik versi Primer League, dan versi PFA jatuh kepada pemain yang sama yakni Trent Alexander Arnold, dan Phil Foden. Tahun ini, bukan tak mungkin hasilnya bakal berbeda. (Tribunnews/den)