Manajer seperti Antonio Conte, Jurgen Klopp, dan Jose Mourinho lebih sering memilih gelandang dengan tipikal pekerja keras yang dapat diandalkan untuk menyerang dan bertahan.
Bahkan di Liverpool, sejak tiga musim belakangan peran playmaker diberikan kepada striker mereka, Roberto Firmino.
Perlu diingat, Firmino sebelum direkrut Liverpool merupakan pemain yang berposisi sebagai playmaker untuk Hoffenheim.
Jurgen Klopp yang mengutamakan skema 4-3-3 dengan permainan gegenpressing dan kick and rush membuat Liverpool lebih mengandalkan gelandang tipikal box to box untuk mengisi lini tengah The Reds.
Lalu, Firmino yang memiliki kreatifitas serta visi bermain yang mumpuni diberi peran false nine oleh Jurgen Klopp.
Tugas utama Firmino bukanlah mencetak gol, melainkan untuk melayani dua winger Liverpool Sadio Mane dan Mohamed Salah.
Hasilnya? istimewa. Dengan skema tersebut Liverpool berhasil menjuarai Liga Champions di musim 2018/2019, dan gelar Liga Primer Inggris di musim setelahnya.
Contoh lain pemain trequartista yang perannya diubah dalam skema tim adalah Kai Havertz di Chelsea.
Bersama Thomas Tuchel yang idealis dengan skema tiga beknya, Havertz yang merupakan seorang playmaker diberi peran lain oleh pelatih asal Jerman tersebut.
Havertz seringkali bermain sebagai false nine dan seorang winger, skema 3-4-3 dan 3-4-2-1 miliki Tuchel mengharuskan pemain berusia 21 tahun tersebut mengalami lintas posisi.
Untung saja Havertz berhasil melakukan perannya dengan baik, ia sukses mengantar Chelsea menjadi juara Liga Champions musim lalu walaupun tak banyak menyubang assist dan gol untuk The Blues.
Itu dua contoh seorang trequartista yang berhasil melakukan lintas posisi.
Lalu yang gagal?
James Rodriguez dan Isco adalah dua contoh pemain yang menjadi korban dari sepak bola modern yang mulai meninggalkan peran nomor 10 di musim ini.