Mantan pelatih Pelita Jaya itu menambahkan, fisik merupakan masalah utama yang perlu diperhatikan oleh tim-tim ASEAN. Masalah stamina yang berujung kepada intensitas permainan, menjadi faktor paling krusial saat ini.
"Fisik dan intensitas (kompetitif) pemain Jepang dan Korea Selatan sangat berbeda dengan pemain di Asia Tenggara."
"Belum lagi teknik mereka juga luar biasa. Mereka juga punya banyak pemain yang berlaga di Eropa, bermain di turnamen top dunia," terang pria yang pernah menjebol gawang Arsenal, semasa masih bermain bagi NIAC Mitra.
"Setiap tahunnya, kompetisi sepak bola di negara-negara tersebut terus berkembang."
"Sepak bola Asia Tenggara bergerak seperti grafik sinusoidal. Tim kurang berkembang secara konsisten."
"Misalnya, Thailand dulunya sangat kuat, namun kini menunjukkan tanda-tanda melambat. Hal serupa juga terjadi di Vietnam dan Indonesia."
"Namun menurut saya, hal terpenting untuk membantu Korea atau Jepang berkembang secara berkelanjutan terletak pada kejuaraan nasional itu sendiri."
"Sistem turnamen di negara-negara ini selalu meningkatkan standarnya seiring berjalannya waktu."
"Selain itu, semakin banyak pemain Korea dan Jepang yang pergi ke luar negeri, sehingga memberikan keuntungan bagi tim nasional," ucap Fandi.
Disarankan untuk Abroad
Salah satu cara lain untuk mengerek kualitas individu pemain ialah untuk berkarier di luar negeri alias abroad. Dengan demikian, seorang pemain dapat meningkatkan etos kerja dan permainannya.
"Saya mendorong pemain-pemain Asia Tenggara untuk lebih banyak ke luar negeri karena dengan begitu mereka bisa meningkatkan kedisiplinan dan profesionalitasnya."
"Di Asia Tenggara, menurut saya banyak pemain yang mendapatkan kontrak menarik."
"Mereka memimpin turnamen dalam negeri, lalu menjadi terlena dan puas dengan dirinya sendiri. Mereka juga tidak lagi menginginkannya," pungkas Fandi.
(Tribunnews.com/Giri)