News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Nokia 8210 Jadi Primadona Bandar Narkoba

Editor: Fajar Anjungroso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM – Masa kejayaan Nokia sudah lama lewat, berganti ke era smartphone Apple dan Android. Namun, ternyata ada kalangan tertentu yang lebih menyukai perangkat lawas besutan mantan legenda teknologi tersebut dibandingkan ponsel pintar masa kini.

Mereka adalah gembong-gembong narkoba di Inggris. Lebih spesifiknya, ponsel yang menjadi incaran para kriminal itu adalah Nokia 8210 buatan tahun 1999.

Nokia 8210 tak dibekali aneka fitur ala ponsel pintar semacam GPS, Wi-Fi, ataupun Bluetooth. Namun, justru karena itu ia menjadi primadona para bandar obat terlarang.

"Mereka (Nokia 8210) bisa dipercaya, tak seperti iPhone dan ponsel baru lain yang bisa dipakai untuk melacak pemiliknya," ujar seorang gembong narkoba asal Inggris yang tak disebut namanya, sebagaimana dikutip dari Phone Arena, Senin (2/2/2015).

"Semua bandar yang saya kenal, mereka memakai ponsel lawas. Nokia 8210 jadi favorit karena kecil dan baterainya tahan lama," tambah si gembong anonim.

Selain dua alasan di atas, Nokia 8210 memiliki port infra merah antik yang bisa digunakan mentransfer daftar kontak dengan cepat ke ponsel lain, jika karena suatu alasan pemiliknya terburu-buru harus mengganti ponsel.

Harga Nokia 8210 di pasaran masih tergolong mahal untuk sebuah ponsel berumur lebih dari 14 tahun. Di e-Bay, misalnya, satu unit bisa dihargai hingga 30 poundsterling atau hampir Rp 600.000.

Perlu ditambahkan bahwa, meskipun sebuah ponsel tidak dilengkapi aneka teknologi modern, polisi masih bisa melacak lokasi perangkat komunikasi tersebut dengan menelusuri area base transceiver station (BTS) yang tersambung dengannya. Si pengguna ponsel kemudian bisa dituduh terlibat kejahatan berdasarkan waktu menelepon dan orang yang dikontak. (Oik Yusuf)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini