Tautan ke laman situs itu disebar melalui e-mail yang terenkripsi kepada sejumlah jurnalis di berbagai negara, seperti BBC, The Guardian, Fusion, dan belasan outlet media lain dengan berbagai bahasa.
Situs mesin pencari tersebut juga dilengkapi dengan sistem chat real-time, sehingga sesama jurnalis yang menyelidiki dokumen bisa saling berbagi tips atau meminta bantuan terjemahan jika dokumen tersebut dalam bahasa asing.
Dengan sistem online seperti itu, jurnalis dari berbagai negara bisa bekerja bersama memilah-milah file secara keroyokan.
"Kalau ingin melihat dokumen berbahasa Brasil, kami bisa menghubungi reporter dari Brasil," kata Ryle.
"Kami bisa melihat siapa saja yang online saat itu dan apa yang sedang mereka kerjakan," tambahnya.
Media-media yang terlibat penyelidikan tentu saja juga mengadakan pertemuan-pertemuan sendiri, seperti di Washington, Munich, London, Johannesburg, dan sebagainya.
Obermayer dan Ryle sempat khawatir jika data tersebut bocor sebelum waktunya. Obermayer menceritakan bahwa sudah ada rumor tentang beredarnya data tersebut, namun datanya sendiri tetap terjaga aman.
"Sempat menjadi gosip, tapi untungnya tidak menjadi besar," katanya.
Menolak cara WikiLeaks
Setelah hampir satu tahun ramai-ramai keroyokan menganalisis data, termasuk proses konfirmasi dengan firma Mossack Fonseca, maka tiba saat membukanya ke publik.
Namun demikian, Ryle dan organisasi media yang bekerja bersamanya tidak berniat merilis data tersebut dengan cara seperti WikiLeaks, yaitu mengumbar semuanya begitu saja di internet.
Menurutnya, cara itu bisa mengekspos informasi sensitif orang yang diselidiki atau publik figur yang menjadi fokus penyelidikan.
"Kami bukan WikiLeaks, kami mencoba menunjukkan jurnalisme yang bertanggung jawab," kata Ryle.
Ia pun membebaskan reporter-reporter yang terlibat dalam penyelidikan untuk melakukan apa saja, asal memberitahunya apa yang menjadi perhatian publik di masing-masing negara para reporternya.