TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Head of Product Marketing IT & Mobile, Samsung Electronic Indonesia, Denny Galant meminta pemerintah lebih cekatan dalam membendung arus impor ponsel ilegal ke Indonesia.
Jika tidak, kerugian terbesar justru dialami oleh masyarakat sebagai konsumen produk ilegal tersebut.
Kerugian yang dimaksud Denny antara lain soal ketersediaan layanan purna jual, hingga soal berbagai sertifikasi dan perangkat yang mestinya mengikuti standar dari pemerintah.
Ponsel resmi, sudah dipastikan sesuai dan dijamin, sedangkan ponsel ilegal tidak.
Samsung pun mengaku hanya bisa pasrah melihat derasnya arus ponsel ilegal itu masuk ke Indonesia.
“Kami sih cenderung sebagai korban. Soal produk ilegal itu sebaiknya tanya pemerintah. Mestinya pemerintah yang bertindak. Kami serahkan pada pemerintah saja,” terangnya saat ditemui usai peluncuran Samsung Galaxy J3 (2016) di Jakarta, Kamis (2/6/2016).
“Pada akhirnya konsumen (pembeli ponsel ilegal) yang akan rugi. Kalau produk resmi dari kami kan sudah sesuai atau mengikuti peraturan pemerintah. Kami sudah uji supaya sesuai,” pungkas Denny.
Sebelumnya, Wakil Ketua Asosiasi Industri Telematika Indonesia (AIPTI) Lee Kang Hyun sempat mengeluhkan betapa banyaknya ponsel ilegal yang beredar melalui situs belanja online di Indonesia.
Pria yang juga menjabat sebagai Vice President Samsung Electronics Indonesia itu tak mengungkap jumlah ponsel ilegal yang sekarang beredar.
Tapi dia memperkirakan dari total pengapalan ponsel ke Tanah Air, ada sekitar 30 persen yang ilegal dan kebanyakan jenis 4G LTE.
Teguran Kemenkominfo
Ponsel dikatakan ilegal karena masuk dan dijual tanpa melalui sertifikasi atau proses penyesuaian apa pun dengan pemerintah. Padahal vendor atau distributor resmi yang ingin menjual ponsel tertentu mesti melalui tahap tersebut.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengaku telah mulai menindak berbagai situs belanja yang menjual ponsel ilegal. Tindakan yang dimaksud antara lain berupa teguran.
Selain ponsel ilegal, Rudiantara juga mengatakan bahwa ponsel berisi hardware 4G LTE mesti diperlakukan sebagai ponsel 4G.
Artinya, ponsel tersebut mesti lolos aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri sebelum bisa dijual bebas.
Dia menegaskan bahwa vendor tidak boleh menjual perangkat berkapasitas 4G sebagai 3G.
Selama ini memang ada beberapa vendor yang menjual perangkat 4G namun memasang software untuk mengunci kemampuan hardware tersebut supaya tetap di 3G.
Selain merilis ponsel 4G seharga Rp 600.000-an, Smartfren hari ini, Kamis (2/6/2016) juga merilis ponsel Android Andromax E2 Plus dengan spesifikasi dan harga lebih tinggi.