Atau dengan kata lain, mengarahkan kamera di smartphone kita ke sekeliling ruangan saat mencari pokemon di sekitar kita.
Kemudian pokemon akan muncul di hadapan kita, entah itu di atas meja, atau di lantai di dekat kita.
Namun, apakah benar teknologi augmented reality ini bisa menimbulkan potensi bahaya seperti yang digembor-gemborkan di tulisan tersebut?
Teknologi ini memang sangat mengandalkan feature kamera, lokasi (maps), dan sambungan data (seluler) untuk dapat bekerja.
Namun umumnya teknologi ini hanya berjalan satu arah, yaitu data yang berjalan hanya semata-mata untuk menampilkan data maupun visual ke layar smartphone Anda.
Tidak ada rekaman video atau bahkan pemetaan ruangan secara 3D yang dilakukan di smartphone Anda.
Tidak ada data yang dikirimkan selain data game terkait gameplay (menangkap pokemon) yang dikirimkan ke server Pokemon.
Data yang dikirimkan hanya berupa data lokasi koordinat GPS, berupa lokasi 2D yang hanya berupa koordinasi berdasarkan kiri - kanan- depan - belakang (sumbu x dan y) saja.
Sampai saat ini, teknologi GPS di smartphone yang beredar di pasaran belum dapat memberikan koordinasi ketinggian seperti atas maupun bawah (sumbu z yang 3D), sehingga tidak memungkinkan untuk memetakan ruangan dengan akurat.
Tanpa game Pokemon GO, data yang dikirimkan tersebut juga kerap kali dikirimkan melalui smartphone kita jika kita menyalakan feature location pada smartphone kita.
Feature ini akan terus menerus mengirimkan data lokasi berdasarkan dari posisi Anda di Bumi ini.
Feature inilah yang menjadi basis utama Google Maps maupun Waze. Feature ini pulalah yang didesain untuk memudahkan hidup Anda lewat feature seperti Google Now maupun Siri pada iOS.
Intinya, teknologi yang ditakutkan pada tulisan tersebut sebenarnya belum secanggih itu.
Pemetaan yang dikhawatirkan itu juga sebenarnya selama ini juga sudah dilakukan oleh smartphone kita tanpa harus memainkan game Pokemon GO.