TRIBUNNEWS.COM - Nama Christopher Wylie (28), atau akrab disapa Wylie, mendadak ramai dibicarakan di media massa.
Wylie adalah whistleblower alias pembisik, atau lebih tepatnya pembocor skandal pencurian data personal pengguna Facebook oleh firma analisis data, Cambridge Analytica, bekas tempatnya bekerja.
Ia diketahui mulai bekerja di Cambridge Analytica pada tahun 2014. Berkat bakat briliannya dalam pemrograman dan ilmu data, ia didapuk sebagai kepala peneliti Cambridge Analytica.
Sebelumnya, Wylie bekerja untuk Alexander Nix, di Strategic Communication Laboratories (SCL), yang merupakan lembaga spesialis pemilu.
Pada pertengahan 2013, Wylie bertemu dengan Steve Bannon, editor BreitBart News Networking yang kemudian menjadi CEO tim kampanye Donald Trump pada pemilu Amerika Serikat (AS) tahun 2016.
Bannon juga sempat menjabat sebagai konselor senior Presiden Trump. Bannon, yang tengah menyiapkan kampanye Donald Trump kala itu, menjadi target Nix.
Nix sadar betul jika Bannon merepresentasikan dirinya sebagai orang intelektual, sehingga Nix merasa perlu merepresentasikan lembaganya seperti Bannon.
Ia kemudian membuat kantor palsu di Cambridge, mendatangkan rombongan dari London setiap Bannon berkunjung, demi mengesankan Bannon jika lembaga mereka beroperasi berlandaskan akademisi.
Lalu kantor itulah yang kemudian menjadi markas Cambridge Analytica.
Dalam sebuah wawancara dengan The Guardian, Wylie mengaku bertemu dengan Robert Mercer bersama Bannon dan Nix.
Wylie mengaku jika Bannon merayu Robert Mercer, salah satu miliarder AS, untuk mau berinvestasi.
Mercer adalah salah satu tokoh kunci pada kampanye yang menyerukan Inggris agar keluar dari Uni Eropa atau British Exit ( Brexit) yang terjadi pada tahun 2016.
Ia pun menjadi salah satu tokoh sayap kanan di AS yang mendukung Trump dalam kontestasi pemilu AS.
Pertemuan tersebut membuahkan hasil suntikan dana 15 juta dollar (sekitar Rp 206 miliar) untuk Cambridge Analytica.