TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyaknya kartu prabayar langsung aktif atau tanpa melalui registrasi benar, menimbulkan kekhawatiran disalahgunakan untuk tindak pidana.
Maraknya penjualan kartu prabayar yang didaftarkan menggunakan No Induk Kependudukan (NIK) dan No Kartu Keluarga (NKK) tidak sah mendorong Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mengeluarkan Surat Edaran BRTI No 01 tahun 2018.
Dan Surat Ketetapan BRTI No 3 tahun 2008 tentang Larangan Penggunaan Data Kependudukan Tanpa Hak atau Melawan Hukum untuk Keperluan Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi.
Dalam aturan itu, BRTI mengajak Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim Polri) menindak setiap pelanggaran yang terjadi karena menggunakan data kependudukan tanpa hak untuk keperluan registrasi kartu prabayar.
Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Reserse Kriminal Polri Komisaris Besar Polisi Asep Safrudin mengatakan, keikutsertaan polisi dalam masalah registrasi prabayar karena tingginya penyalahgunaan NIK untuk melakukan registrasi kartu prabayar.
Ia menegaskan, kepolisian tidak memiliki niat sedikitpun mengganggu iklim bisnis yang ada di industri telekomunikasi.
Seharusnya bisnis industri telekomunikasi tak hanya mementingkan keuntungan, tapi juga harus sesuai dengan koridor hukum yang berlaku di Indonesia.
“Melakukan registrasi prabayar atas nama orang lain itu salah dan melanggar hukum. Ancaman hukumannya juga sangat jelas. Untuk mencegah tindak pidana dan menegakkan hukum Polri tak bisa bekerja sendiri. Kami membutuhkan dukungan dari Kominfo, BRTI, operator telekomunikasi, pelaku usaha telekomunikasi dan seluruh lapisan masyarakat,”terang Asep, dalam rilis, Minggu (9/12) malam.
Berdasarkan penyelidikan Bareskrim sembilan bulan terakhir, masih ada lonjakan yang luar biasa terkait NIK untuk meregistrasi kartu prabayar.
Baca: Operator Seluler Diharuskan Tunduk Pada Aturan Baru Registrasi SIM Card
Bareskrim menemukan ada satu NIK untuk mendaftarkan jutaan nomor prabayar.
Polri sudah memiliki data dari tingkat outlet hingga pihak provider telekomunikasi yang terindikasi nakal dengan mendaftarkan satu NIK untuk jutaan nomor prabayar.
Direktur Pengendalian Pos dan Informatika Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Sabirin Mochtar mengakui, masih banyak NIK yang didaftarkan dengan jutaan nomor prabayar.
Bahkan ada anak balita atau orangtua kelahiran tahun 1920 yang didaftarkan dengan lebih seratus nomor.
Berdasarkan data Kominfo hingga 30 November 2018, jumlah akses atau hits yang berhasil masuk ke Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) mencapai 1,7 juta perhari.
Kominfo juga menemukan kasus, satu NIK didaftarkan lebih dari 50.000 SIM Card dalam satu detik. Sabirin berharap dengan adanya surat edaran dan ketetapan BRTI, jumlah akses dan penyalahgunaan NIK untuk registrasi prabayar mengalami penurunan.
“Seharusnya dengan skema bisnis berbasis pulsa dan penjualan nomor baru menurun, Saya heran juga kenapa hingga saat ini penjualan kartu perdana masih naik,” ujar Sabirin.
Bagi polisi, dengan surat edaran dan ketetapan BRTI tersebut, lembaga itu bisa melakukan penindakan.
Peyalahgunaan data kependudukan untuk melakukan registrasi prabayar bisa diancam pidana melalui UU ITE pasal 35 dengan ancaman hukuman 12 tahun.
Selain diancam menggunakan UU ITE, penyalahgunaan data kependudukan untuk kegiatan registrasi prabayar juga akan diancam dengan UU Administrasi Data Kependudukan dengan ancaman hukuman paling lama 10 tahun dan denda Rp 1 miliar.