Ia kemudian merujuk pada Taiwan yang diklaim sukses mengendalikan penyebaran pandemi ini melalui penggabungan teknologi dan data.
Menurutnya, pemerintah bisa mencontoh apa yang dilakukn Taiwan sebelum mengambik suatu kebijakan dalam menghadapi pandemi ini.
"Berkaca pada pengalaman Taiwan yang sukses mengendalikan kasus Covid-19 dengan menggunakan teknologi dan data yang terintergrasi, maka saat ini
diperlukan pembangunan data penduduk Indonesia tentang Covid-19 yang nantinya dapat digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan oleh pemerintah," tegas Budi.
Perlu diketahui, mekanisme penggunaan Kartu
KIRAB ini adalah warna merah dikategorikan mewakili pasien Covid-19 dan PDP, kemudian KIRAB kuning mewakili ODP dan Orang Tanpa Gejala (OTG), lalu KIRAB hijau untuk kategori yang sehat dan negatif Covid-19.
Bagi individu yang masuk dalam kategori kartu KIRAB merah, direkomendasikan untuk dirawat di rumah sakit.
Sedangkan mereka yang dikategorikan KIRAB kuning, diwajibkan untuk melakukan isolasi mandiri.
Sementara itu, untuk individu yang masuk dalam kategori KIRAB hijau dapat beraktivitas seperti biasa, namun tetap memakai masker serta menjaga jarak fisik dan sosial (physical dan social distancing).
Melalui aplikasi KIRAB ini, notifikasi pun secara reguler dikirimkan kepada seluruh pemegang KIRAB terkait edukasi demi mencegah stress selama menjalani proses isolasi.
Selain itu, jika diperlukan, maka aplikasi ini akan mengirimkan alarm pengingat bagi tiap individu pemegang KIRAB tentang jadwal pemeriksaan ulang Covid-19.
"Semua data yang tersimpan akan dimanfaatkan Pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap setiap penduduk Indonesia yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi," papar Budi.
Kartu KIRAB ini, kata dia, juga akan 'memaksa' setiap penduduk Indonesia melakukan penilaian diri dan pemeriksaan berbasis rapid test atau PCR, sehingga diharapkan akan mendukung penelusuran aktif pandemi ini.