Laporan Wartawan Tribunnews, Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM - Sejak sepekan terakhir ramainya kabar bahwa perusahaan pemasok perangkat Apple, bernama Quanta diretas oleh sekelompok geng peretas bernama REvil.
Geng hacker tersebut melalui skema ransomware berhasil mencuri cetak biru produk Apple.
Akibatnya setiap harinya, blueprint produk Apple tersebut diunggah secara bertahap di forum peretas (dark web). REvil juga kemudian meminta tebusan US$ 50 juta atau Rp 726 miliar.
Dalam keterangannya pada Jumat (30/4/2021), pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan bahwa serangan ransomware serupa bisa saja menimpa berbagai perusahaan swasta dan lembaga negara di tanah air.
Pada kasus ini, pihak peretas telah memberi Apple tenggat waktu hingga 1 Mei untuk membayar tebusan.
"Kita lihat apakah Apple akan membayarnya seperti kasus Garmin tahun lalu yang membayar jutaan dollar uang tebusan kepada penyerang layanan Garmin, walaupun itu akan membuka pintu pelaku kejahatan untuk lebih banyak melakukan pemerasan secara terus - menerus karena kunci perusahaan ada ditangan para pelaku penyerangan” terang chairman lembaga riset siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) ini.
Baca juga: Lagi, Kelompok Hacker Asal China Berhasil Meretas Server Inbox Email Milik Microsoft
Pratama menambahkan, pada tahun 2020 juga banyak kasus serangan ransomware yang dialami perusahaan besar contohnya Garmin dan Honda.
Yang jelas adalah tidak ada sistem yang 100% aman, yang dapat menghalau semua serangan siber pada saat sekarang dan di masa depan. Cara terbaik ke depan adalah melalui mitigasi risiko.
Baca juga: Pelajar SMA di Sumsel Jadi Hacker, Jual Database Kejaksaan RI Seharga Rp 400 Ribu
Nantinya, seluruh karyawan dan juga para pemain platform perlu diatur bahwa ada beberapa rules yang wajib diterapkan untuk memastikan keamanan siber yang lebih baik.
"Kasus ini sebenarnya menjadi sebuah pembelajaran bagi semua tim IT di dunia atas keamanan dari file-file sensitif dan dalam melindungi data perusahaan."
Baca juga: Hacker Meretas Situs Web Propaganda yang Dikelola Pemerintah Militer Myanmar
"Jika melihat dari perkembangan serangan yang semakin besar selama pandemi terutama karena WFH, perusahan-perusahaan besar terlihat meningkatkan anggaran belanja keamanan sibernya," terang Pratama.
Pratama menjelaskan, dari hasil survey microsoft yang telah mensurvey hampir 800 perusahaan di negara-negara maju maka 58% telah meningkatkan budget keamanannya.
Sebesar 82% perusahaan berencana untuk menambah staf keamanannya, dan 81% responden merasa tertekan untuk menurunkan biaya keamanan pada perusahaan.