News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Situs Badan Siber dan Sandi Negara Pun Jadi Korban Peretasan, Pelaku Mengaku Dari Brasil

Penulis: Hari Darmawan
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi peretasan

TRIBUNNEWS.COM -- Serangan dengan deface memang sering terjadi ke website pemerintah, sebelumnya pada situs Setkab.

Kali ini dikabarkan website BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) terkena deface, yang beralamat di www.pusmanas.bssn.go.id yang diketahui dari salah satu unggahan twitter.

Dalam keterangannya pada Senin (25/10/2021), pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan bahwa serangan tersebut diunggah pada hari Rabu 20 oktober oleh akun twitter @son1x777. Di unggahan tersebut dituliskan telah di hack oleh "theMx0nday".

“Dituliskan oleh pelaku deface bahwa aksi ini dilakukan untuk membalas pelaku yang diduga dari Indonesia yang telah meretas website negara Brazil ,” terang chairman lembaga riset siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) dalam keterangannya, Senin (25/10/2021).

Baca juga: Polri Selidiki Laporan Dugaan Peretasan Database KPAI

Pratama menambahkan bahwa, deface pada website merupakan peretasan ke sebuah website dan mengubah tampilannya.

Perubahan tersebut bisa meliputi seluruh halaman atau di bagian tertentu saja. Contohnya, font website diganti, muncul iklan mengganggu, hingga perubahan konten halaman secara keseluruhan.

"Seharusnya BSSN sejak awal mempunyai rencana mitigasi atau BCP (Business Continuity Planning) ketika terjadi serangan siber, karena induk CSIRT (Computer Security Incident Response Team) yang ada di Indonesia adalah BSSN," terangnya.

Ditambahkan olehnya, kalau melihat sistem keamanan yang sudah baik di BSSN, sepertinya ada pelanggaran SOP terhadap link pada www.pusmanas.bssn.go.id, karena mungkin tidak melewati proses Penetration Test terlebih dahulu ketika akan di publish.

Baca juga: Instagram Pemkot Solo Diretas, Roy Suryo Imbau untuk Lebih Hati-hati dan Tinjau Kepentingan Peretas

"Kalau dicek attack nya, mungkin bisa dicari tahu kenapa bisa firewall nya membypass serangan ke celah vulnerablenya. Attack yang simple pun, kalau lolos dari firewall bisa mengakibatkan kerusakan yang besar. Jangan dianggap semua serangan deface itu adalah serangan ringan, bisa jadi hackernya sudah masuk sampai ke dalam," kata pria asal Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.

Menurut Pratama, perlu dilakukan digital forensik dan audit keamanan informasi secara keseluruhan.

Sangat disayangkan BSSN sebagai institusi yang harusnya paling aman keamanan sibernya, hanya gara-gara kesalahan kecil yang tidak perlu, ternyata jadi gampang diretas.

"Yang terpenting saat ini data di dalamnya tersimpan dalam bentuk encrypted. Jadi kalaupun tercuri, hacker tidak akan bisa baca isinya," Jelasnya

Baca juga: Hacker China Diduga Retas Jaringan 10 Kementerian & Lembaga Termasuk BIN, Ini Saran Pengamat

Ditambahkan olehnya, bahwa didalam dunia keamanan siber, tidak ada sistem informasi yang benar-benar aman 100%.

Situs penting Amerika seperti FBI (Federal Bureau of Investigationan) dan badan Antariksa Amerika, National Aeronautics and Space Administration (NASA) juga pernah diretas, lalu situs web badan intelijen Amerika, yaitu Central Intelligence Agency  (CIA) pun juga menjadi korban serangan hacker.

"Salah satu solusinya yaitu, untuk security audit atau pentest bisa dilakukan secara berkala baik dengan pendekatan blackbox maupun white box. Metode yang digunakan bisa passive penetration atau active penetration," imbuhnya.

Doktor Pratama menambahkan, khusus untuk pentest Web Defacement, pengujian yang perlu dilakukan adalah Configuration Management Testing, Authentication Testing, Session Management Testing, Authorization Testing, Data Validation Testing dan Web Service Testing. Tools yg bisa digunakan antara lain Arachni, OWASP Zed Attack Proxy Project, Websploit dan Acunetic.

Solusi lain secara kenegaraan adalah dengan menyelesaikan RUU PDP (Rancangan Undang Undang Perlindungan Data Pribadi) dengan segera. Jadi ada paksaan atau amanat dari UU PDP untuk memaksa semua lembaga negara melakukan perbaikan infrastruktur IT, SDM bahkan adopsi regulasi yang pro pengamanan siber. Tanpa UU PDP, maka kejadian peretasan seperti situs pemerintah akan berulang kembali.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini