TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Aksesibilitas Telekomunikasi Indonesia (BAKTI) mendapat tugas Pemerintah memperluas akses digital ke masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di daerah terdepan, terpencil dan tertinggal di Indonesia demi menciptakan akses digital yang lebih inklusif dan berkeadilan.
BAKTI menyampaikan, dari target penyelesaian 4.200 base transceiver station (BTS) pada Maret 2022 sebanyak 1900-an BTS sudah selesai dibangun dan sudah aktif memberikan layanan alias on air.
"Rata-rata progres pembangunan BTS 4G fase pertama, sebanyak 1.900 lokasi sudah on air, dan 2.300 lokasi lain mencapai 86 persen," sebut Direktur Sumber Daya dan Administrasi Bakti, Fadhilah Mathar dalam keterangan tertulis, Kamis (14/4/2022).
Fadhilah mengatakan, bukan hal mudah membangun infrastruktur digital di desa-desa terpencil. Beberapa persoalan yang harus dihadapi antara lain : tantangan alam, persoalan logistik, transportasi, dan ketersediaan SDM.
Ditambah situasi keamanan yang kurang kondusif di beberapa wilayah, dan terganggunnya supply chain perangkat akibat pandemi Covid-19.
Baca juga: XL dan BAKTI Sediakan Layanan 4G di 132 Titik 3T di Sumatera
Menanggapi pencapaian tersebut, praktisi kebijakan publik Alamsyah Saragih yang sedang melakukan telaah terhadap sektor telekomunikasi bisa memahami alasan BAKTI.
Namun dia menilai alasan tersebut berlebihan.
Mantan Komisioner Ombudsman itu memebeberkan fakta, hingga Maret 2022, di Papua, konsorsium Lintas Arta, Huawei dan SEI justru berhasil mencapai kinerja 89% ready for installation.
Baca juga: Upaya Pemerintah Ubah Wajah UMKM Lokal Lewat Jaringan BAKTI Kominfo
Sementara di luar Papua Fiberhome, Telkom Infra dan MTD secara keseluruhan hanya mencapi 57 persen meskipun beberapa subkontraktor mereka ada yang bisa mencapai 80%. “Jadi inti masalah bukan pada kendala geografis," tegas Alamsyah.
Terkait alasan pandemi, fase pertama proyek pembangunan BTS 2021, sudah diperpanjang hingga 31 Maret 2022.
Beberapa subkontraktor disampaikannya memiliki kinerja yang tinggi ditandai oleh pembayaran yang lancar. Namun masih banyak pembangunan yang terhambat karena masalah pembayaran.
Baca juga: BAKTI Kominfo dan idEA Gelar Pelatihan dan Dukungan Akses Permodalan untuk UMKM Kuliner
"Faktanya justru terjadi kelambanan di daerah luar Papua karena banyak subkontraktor level-2 tak dibayar sesuai perjanjian seperti yang ramai diberitakan. Covid-19 sudah tidak relevan lagi dijadikan alasan setelah proyek diperpanjang," kata Alamsyah.
Terkait wilayah Papua dengan gangguan keamanan tinggi, masih ada konsorsium yang berhasil mencapai Ready For Installation (RFI) hingga 89 persen sites.
Lintasarta dan Huawei relatif berpengalaman dalam pembangunan menara BTS out door. Manajemen logistik relatif baik, dan pembayaran kepada subkontraktor tak bermasalah.