News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Perkembangan Teknologi Digital Buka Ruang untuk Gerakan Populisme di Indonesia

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Diskusi Talkshow Sekopol: Politik dalam Diskursus Digital bertajuk Analyzing The Emergence of Digital Populism in Indonesia, yang diselenggarakan di Malang, Kamis (6/10/2022).

TRIBUNNEWS.COM, MALANG - Perkembangan ruang digital dianggap membuka akses seluasnya bagi publik untuk turut serta dalam aktivitas politik.

Berdasarkan data yang dihimpun, lebih dari 75 persen daerah di Indonesia sudah mengalami penetrasi internet.

Hal ini tentu dapat mempermudah masyarakat dalam menyuarakan aspirasinya. Namun, perkembangan tersebut datang dengan konsekuensi lainnya, yaitu munculnya gerakan populisme politik.

Demikian mengemuka dalam acara diskusi Talkshow Sekopol: Politik dalam Diskursus Digital bertajuk Analyzing The Emergence of Digital Populism in Indonesia, yang diselenggarakan di Malang, beberapa waktu lalu.

Baca juga: Permintaan VPN di Iran Meroket Setelah Muncul Aturan Pembatasan Internet

Diskusi yang diselenggarakan Sekolah Politik dan Komunikasi Indonesia yang bekerjasama dengan Kominfo itu menghadirkan Dosen Ilmu Politik UB, Wawan Sobari, Politisi dan Aktivis Muda, dr. Gamal Albinsaid, Co-Founder Total Politik, Arie Putra dan Ketua Komisi 1 DPR Meutya Hafid serta Emil Dardak selaku Wakil Gubernur Jawa Timur sebagai keynote speaker.

Dalam sambutannya, Meutya Hafid mengatakan tantangannya adalah, apakah ruang digital sudah aman bagi para masyarakat untuk bersuara secara objektif.

Seringkali, Meutya Hafid mengatakan, masih adanya tindakan diskriminatif terhadap kelompok-kelompok tertentu.

"Populisme harus diantisipasi baik oleh akademisi ataupun pemuda sebagai bagian dari ruang publik," ujar politisi perempuan Partai Golkar ini.

Kata sambutan juga disampaikam oleh Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak.

Emil mengatakan bahwa populisme mewakilkan suasana batin yang mendukung kelompok tertentu, dan kadang memiliki dampak negatif.

Sehingga sebagai pejabat publik, adalah tugasnya untuk mendistribusikan pembangunan secara merata tanpa mengfavoritkan beberapa daerah.

“Populisme tidak hanya dimaknai secara sempit, namun populisme kita adalah memastikan bahwa publik tidak ada satupun yang tertinggal,” katanya.

Baca juga: Cara Membayar Tagihan Internet IndiHome di Aplikasi Gojek, Pakai Fitur GoTagihan

Sementara itu, Dosen Ilmu Politik UB, Wawan Sobari mendefinisikan Populisme Digital sebagai perilaku politik baru yang ditandai dengan penggunaan Internet sebagai bentuk partisipasi politik dan instrumen mobilisasi.

"Perkembangan teknologi digital tentu memiliki konsekuensi terhadap demokrasi. Teknologi Digital bisa menjadi pisau bermata dua, bisa membuat demokrasi semakin berkembang atau sebaliknya, yaitu backsliding democracy," ujarnya.

Sementara itu politisi muda, Gamal Albinsaid mengatakan bahwa populisme dapat menjadi strategi politik yang digunakan politisi untuk memenangkan suara publik.

Baginya, sebagai pemuda terpenting adalah bagaimana harus membuat impact yang baik di sosial media, tidak hanya untuk 'impress'.

Di tempat yang sama, Co-Founder Total Politik, Arie Putra, menjelaskan bahwa populisme digital yang saat ini berkembang harus dapat dimanfaatkan sebaik mungkin.

"Dengan semakin berkembangnya teknologi digital, maka kesempatan juga akan terbuka lebar. Sehingga pada akhirnya kita sebagai individu harus mulai dari diri sendiri untuk memberikan kebermanfaatan bagi masyarakat luas," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini