Laporan Wartawan Tribunnews, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Semakin modernnya sebuah era juga menuntut para pekerja terus untuk mengupgrade segala kemampuan mereka.
Dengan berbagai tekanan yang ada, pekerja saat ini pun banyak yang menerapkan konsep quiet quitting.
Quiet quitting adalah konsep dimana karyawan memilih bekerja cukup sesuai cakupan tanggung jawab dan tingkatan gaji.
Quiet quitting berakar dari kekecewaan karyawan akan minimnya penghargaan perusahaan atas usaha yang mereka telah berikan, terutama di saat pandemi dimana efisiensi pegawai berimbas pada menumpuknya volume kerja di karyawan yang tersisa.
Baca juga: Aplikasi Pesan Google Hangouts Ditutup, Ini Penggantinya
Selain itu, quiet quitting timbul di tengah semakin sadarnya karyawan akan pentingnya menghindari burnout dengan bekerja seimbang.
Chief Customer Officer (CCO) Mekari Arvy Egadipoera, mengatakan fenomena quiet quitting menangkap perhatian berbagai perusahaan, yang mencoba menelaah imbas fenomena tersebut pada produktivitas bisnis.
"Sebetulnya, dengan cara pandang dan pendekatan yang tepat, quiet quitting bisa menjadi kesempatan bagi perusahaan untuk mengulas kembali sistem dan kebijakan kepegawaian untuk melihat bagaimana perusahaan bisa memperkuat kepuasan kerja karyawan," tutur Arvy, Rabu (2/11/2022).
Mekari adalah perusahaan software-as-a-service (SaaS) yang menyediakan rangkaian solusi digital untuk pengoperasian bisnis, termasuk Mekari Talenta, yaitu solusi Human Resources (HR) terintegrasi.
Mekari Talenta memungkinkan perusahaan untuk mengatur kepegawaian, mulai dari administrasi, pembayaran gaji hingga pengembangan karir, secara efisien dan otomatis.
Arvy menambahkan bahwa solusi digital juga mempermudah perusahaan dalam menghargai performa kerja, sehingga karyawan termotivasi untuk berkarya.
Ia pun membagi tips bagaimana perusahaan bisa menggunakan solusi digital untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan, dengan demikian mencegah quiet quitting.
1. Akar Ketidakpuasan
Langkah pertama yang harus diambil perusahaan adalah menemukan akar dari ketidakpuasan kerja. Bisa jadi, karyawan merasa bahwa kenaikan karir terlampau sulit atau apresiasi perusahaan terhadap performa kerja sangat minim sehingga motivasi mereka terkikis.
Baca juga: PLN Jalankan Tiga Aplikasi Anyar Dukung Transformasi Digital