Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemanan dan kenyamanan yang optimal dalam ekosistem marketplace dibutuhkan kolaborasi semua pihak.
Apalagi saat ini masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup kerap menggunakan aplikasi marketplace mulai dari Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Blibli, dan masih banyak layanan lainnya.
Di Indonesia, dari data survei Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) 2022 yang dilakukan NielsenIQ diketahui masyarakat masih sangat antusias menyambut momen belanja online yang dihadirkan beragam marketplace.
Baca juga: Kemendag Hapus 64.583 Link Toko Penjual Pakaian Bekas Asal Impor di Marketplace
Tercatat total transaksi yang tercipta mencapai Rp22,7 triliun, jumlah tersebut rupanya 6x lebih besar dari rata-rata belanja online perbulan di momen normal dan terbilang naik sebesar 26 persen dari tahun sebelumnya.
Ketua Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Bima Laga menggambarkan bahwa marketplace itu layaknya sebuah mal atau pusat perbelanjaan.
"Platform e-commerce itu diibaratkan seperti mal, nanti orang berjualan di sana. Bedanya sama mal, platform itu yang jualnya ribuan ya," kata Bima dalam keterangannya ditulis Sabtu (20/5/2023).
Cara kerja marketplace itu disebut dengan User Generated Content. UGC artinya pengguna memiliki keleluasaan dan secara mandiri bisa mengunggah dan memasarkan produknya di marketplace untuk dapat dibeli oleh para pembeli.
Menurutnya, tentu ada syarat yang perlu dipenuhi agar pedagang bisa berjualan di marketplace seperti mengisi kelengkapan administrasi hingga menjual produk-produk yang aman untuk masyarakat.
Sistem dari marketplace pun sudah diciptakan dengan pengkategorian yang cukup detail, sehingga pedagang diharapkan tidak sembarang menjual produk dan juga bisa memudahkan pelanggan dalam mendapatkan kebutuhannya
Namun tetap saja setelah adanya serangkaian pengkategorian dan kebijakan yang cukup ketat, terkadang ada celah yang dimanfaatkan beberapa pedagang nakal untuk menjual produk-produk terlarang maupun produk dengan izin edar terbatas.
Salah satu contoh kasus pedagang nakal yang dimaksud seperti yang pernah terjadi di 2022.
Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta pada akhir Desember 2022, mengungkapkan lima pelaku pedagang narkotika yang mengelabui sistem di ecommerce mengaku menjual pakan binatang peliharaan. Namun dengan penelusuran dan penyelidikan lebih lanjut ternyata mereka malah menjajakan obat-obatan terlarang.
"Dari contoh tersebut, kita bisa belajar bahwa keamanan dan kenyamanan di marketplace bukan cuma tanggung jawab pengelola tapi juga pihak lainnya yang terlibat termasuk pengguna yang juga diharapkan dapat bertanggung jawab untuk menggunakan akunnya untuk berdagang secara daring," paparnya.
Ia menyebut, sebagai asosiasi untuk menciptakan ruang marketplace yang aman dan nyaman idEA menekankan sosialisasi dan edukasi menjadi kunci untuk menciptakan marketplace sebagai ruang aman dari barang-barang terlarang.
Sosialisasi yang dimaksud ialah terkait regulasi dan kategori produk-produk apa saja yang dilarang seperti baju bekas, narkoba, kosmetik tidak memiliki izin edar, hingga obat ilegal.
"Sosialisasi itu tidak cuma ke pedagangnya, tapi juga ke pengguna, dan sosialisasi itu tidak cuma sekali dan dua kali saja dilakukan. Itu harus dilakukan dengan jangka panjang,” kata Bima.
"Misalnya untuk kasus thrifting baju bekas. Sosialisasi yang dilakukan itu bukan cuma regulasi dan dasar pelarangannya, tapi harus juga diberikan edukasi juga terkait dampaknya bagi kesehatan, dampaknya bagi lingkungan. Sehingga masyarakat itu paham dan akhirnya minatnya menurun dan pasarnya bisa ditiadakan," sambungnya.
Selain menguatkan pengetahuan pada masyarakat, kata Bima, tentunya dari segi platform harus terus meningkatkan keandalan sistemnya untuk menindak temuan barang-barang terlarang yang berbahaya bagi masyarakat.
Salah satu contoh platform e-commerce yang cukup tegas untuk hal ini adalah Shopee. Shopee memiliki aturan tegas terkait jenis barang yang bisa dan tidak bisa dijual dan memiliki sanksi bagi Penjual jika melanggar aturan yang ada.
Dari sisi asosiasi, idEA juga merangkul kementerian atau lembaga terkait di pemerintahan untuk lebih mudah menangani kasus peredaran produk terlarang.
Baca juga: Marketplace Properti Ini Layani 200 Ribu Orang Setiap Hari dalam Mencari Hunian
Kerja sama yang sudah berjalan misalnya dengan BPOM, ketika BPOM mendapatkan laporan dari masyarakat terkait adanya toko yang menjual obat atau makanan terlarang.
BPOM dengan segera memberitahukan kepada idEA untuk menindak lanjuti kasus tersebut.
"Dalam waktu 1x24 jam kita terima laporan kita langsung tindak lanjuti. Ketika ada merchant yang melanggar aturan jika masih pertama kita minta mereka hentikan penjualan produknya secara mandiri. Tapi kalau terus berulang maka kami larang dan bahkan akunnya dibanned," ujar Bima.
"Memang untuk membuat marketplace yang aman dan nyaman ini, langkah yang diambil adalah dengan mengepung hal terlarang dari semua arah. Itu akan lebih efektif karena kalau cuma menunggu satu pihak untuk menangani ini semua tentu akan sulit," tambah Bima.