Dinilai Hancurkan Diri Sendiri, Tiktok Perlahan Mulai Ditinggalkan Pengguna Gara-Gara Hal Ini
TRIBUNNEWS.COM - Sebuah ulasan berita menyebut platform media sosial Tiktok mulai ditinggalkan pengguna.
Berdasarkan data yang ada, pengguna mulai jengah dengan ‘transformasi’ yang dikatakan tidak menyenangkan seperti dulu.
Dilansir dari situs berita teknologi kenamaan asal Amerika Serikat, Gizmodo, aplikasi Tiktok dinilai mulai memunculkan fitur yang menjengkelkan pengguna.
Termasuk, mendorong konten yang mengurangi pengalaman inti para penggunanya berselancar di media sosial.
Baca juga: Algoritma TikTok Bikin Gerah AS, Tagar StandwithPalestine Tembus 3 Miliar, Apa Artinya?
Gizmodo menuliskan soal ‘Kesuksesan media sosial adalah keseimbangan yang rumit, dan jika TikTok tidak berhati-hati, TikTok dapat menghancurkan dirinya sendiri dari dalam ke luar,’ sebagaimana judul artikel media tersebut.
Media berbasis pada berita-berita teknologi ini menyebut, satu di antara contoh yang paling jelas adalah TikTok Shop.
Perusahaan ini mendorong e-Commerce-nya sangat keras sehingga para pengguna kehilangan esensi dari awal mula Tiktok dan kini makin dibanjiri iklan.
Bahkan, video organik dari para kreator kini mengharapkan bagian dari keuntungan.
"Aplikasi ini bahkan sedang menguji fitur baru yang menggunakan AI untuk mengidentifikasi produk di latar belakang konten biasa dan mengubah setiap video menjadi iklan. Yang terbaru, perkembangan dalam format video," tulis laporan tersebut, dikutip Rabu (7/2/2024).
TikTok, dengan tujuan bersaing dengan YouTube, kabarnya sedang bersiap untuk memperbolehkan pengguna mengunggah video berdurasi 30 menit dan mendorong konten horizontal daripada format vertikal standar aplikasi.
Pendapatan Iklan Melambat
Menurut Analis Media Sosial Utama di Insider Intelligence, Jasmine Enberg, TikTok tampaknya telah benar-benar kehilangan apa yang membuat orang jatuh cinta pada aplikasi ini sejak awal yakni video berdurasi pendek yang mendorong orang untuk menjadi kreatif dan aneh.
"TikTok tetap menjadi bisnis iklan sosial dengan pertumbuhan tercepat, tetapi pertumbuhan pendapatan iklannya melambat," ucap Enberg.
Enberg menambahkan, ada batas atas untuk monetisasi iklan video pendek dan peralihan ke video yang lebih panjang dapat membantu meningkatkan pendapatan iklannya.
"Namun TikTok mempelopori revolusi video pendek, dan berisiko menyimpang dari kasus penggunaan intinya yang menyenangkan, klip yang menghibur, dan kehilangan keunggulannya," tambah Enberg.
Berdasarkan data, pengguna mulai meninggalkan Tiktok terlihat dari jumlah monthly active users (MAU) atau pertumbuhan pengguna aktif bulanan yang tak lagi luar biasa. Kabarnya aplikasi berbagi video itu mulai ditinggal karena Tiktok Shop.
Secara jumlah download, Tiktok masih di urutan pertama. Namun, platform harus puas berada di urutan kelima dalam pengguna aktif bulanan.
Berdasarkan laporan Sensor Tower, tampaknya strategi perusahaan untuk menggenjot ecommerce lewat Tiktok Shop tak direspons baik oleh pengguna.
Tiktok dikalahkan oleh Meta, karena empat besar didominasi aplikasi-aplikasi dari raksasa teknologi tersebut. Facebook yang memimpin pada tahun lalu. WhatsApp, anak usaha Meta lainnya berada di urutan kedua. Sementara peringkat ketiga dan keempat ditempati Instagram dan Messenger.
Di Indonesia, Kementerian Perdagangan memberi waktu 3-4 bulan agar adanya perpindahan transaksi dari Tiktok Shop ke Tokopedia. Sedangkan, Kementerian Koperasi-UKM meminta Tiktok mengikuti aturan agar tidak menyatukan platform media sosial dengan belanja daring (eCommerce) milik mereka.
Larangan itu berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023. Aturan tersebut juga menyatakan, tidak diperbolehkan transaksi dalam platform media sosial.
(Sumber: Gizmodo/TikTok Is Destroying Itself From the Inside Out)