"Verifikasi penduduk kami lakukan dengan Dukcapil, jadi tidak ada alamat palsu. Dan untuk badan hukum kami lakukan kerjasama dengan Direktorat Jenderal AHU (administrasi hukum umum)," imbuhnya.
Pihaknya sudah menjalin kerjasama dengan 461 Pemda terkait pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) agar tunggakan pembayaran BPHTB otomatis tidak akan masuk pada sistem. "Jadi kami terus melakukan verifikasi dengan Pemda, ucapnya.
Baca juga: Kementerian ATR/BPN Terima Aset Barang Milik Negara Hasil Rampasan KPK Rp 4,7 Miliar
Pemerhati keamanan siber sekaligus Chairman Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama D. Persadha mengatakan, digitalisasi pertanahan memang perlu dilakukan untuk meningkatkan akuntabilitas.
"Selain itu, transformasi digital memungkinkan pelayanan mudah diakses oleh masyarakat di manapun dan kapan pun, serta mempercepat proses pendaftaran tanah, dan mengurai resiko konflik dengan kehandalan data elektronik," ujarnya.
Namun upaya ini menghadapi sejumlah tantangan yang tidak sedikit dan tidak bisa dianggap remeh.
"Banyak instansi pemerintah daerah dan kementerian dan badan mengalami kebocoran data. Kita harus berhati-hati jika membuat digitalisasi di pemerintahan," kata dia.
Dia menjelaskan, jonsep digitalisasi pertanahan membuat praktik ilegal jadi berkurang dan membantu masyarakat.
"Problem di Indonesia saat ini, data kit a sangat berantakan. Data Bansos di Pemda dan Kemensos tak pernah sinkron.
Presiden sudah terbitkan Perpres Satu Data Indonesia untuk menyatukan semua data tersebut ke dalam satu sistem data di Pusat Data Nasional," sebutnya.
"Masalahnya, data yang terhimpun ini tidak dilindungi oleh keamanan yang memadai. Begitu data kita sudah terkoneksi di internet, dengan sistem yang lemah dengan celah celah keamanan yang terbuka lebar, itu mengundang masuknya serangan ransomware," bebernya.
Menurutnya, data yang ada bisa dicuri atau bahkan bisa dirusak. Apalagi jika kita tidak memiliki sistem data yang bagus.
Dia menyebutkan, sejumlah tantangan digitalisasi pertanahan antara lain aspek keamanan data dan privasi, infrastruktur teknologi, masih banyak desa belum terpasang internet dan ada 11 juta orang belum terkoneksi internet. "Ini mempengaruhi layanan digital," sebutnya.
Tantangan lainnya adalah risiko serangan siber, risiko kebocoran data, serta risiko pemalsuan data. "Sertifikat digital memberi rasa aman ke masyarakat," tegasnya.
Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera mengatakan, Kementerian ATR/BPN selama ini cukup optimal menjalankan tugas dan fungsinya. "Karena saya 2 periode di Komisi II DPR dan menjadi mitra kerjanya," kata Mardani.
"Tapi praktik mafia tanah masih marak di Indonesia dan 90 persen sengketa tanah yang melibatkan para mafia tanah, mereka yang menang. Ini karena mafia tanah kerap pakai pengacara bagus untuk ambil alih tanah-tanah yang ada," sebutnya.