News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Digitalisasi Pertanahan Tekan Potensi Permainan Mafia Tanah dan Calo

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Acara Focus Group Discussion (FGD) bertema Tantangan dan Risiko Digitalisasi Pertanahan yang diselenggarakan PT Indonesia Digital Pos (IDP) di Hotel Aston, Bekasi, Rabu (14/8/2024).

Laporan Wartawan Tribunnews.com Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, BEKASI - Program digitalisasi pertanahan akan mendorong efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan data pertanahan nasional sekaligus meminimalisir permainan mafia tanah dan calo dalam pengurusan sertifikasi lahan. 

Irjen Kementerian ATR/BPN Raden Bagus Agus Widjajanto mengatakan, digitalisasi pertanahan merupakan program nasional untuk menjaga agar sertifikat tanah tidak tumpang tindih.

Selain itu juga menjadi area pengawasan dan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari praktik korupsi kolusi dan nepotisme alias KKN.

"Pemetaan pertanahan sekarang sudah berbasis data. Digunakan drone untuk pendataan dan pengukuran pertanahan, hasilnya lebih akurat," ujar Raden Bagus Widjajanto saat menjadi pembicara di acara Focus Group Discussion (FGD) bertema Tantangan dan Risiko Digitalisasi Pertanahan" yang diselenggarakan PT Indonesia Digital Pos (IDP) di Hotel Aston, Bekasi, Rabu (14/8/2024).

Dia menekankan, digitalisasi pertanahan menjadi urgent dan signifikan serta memiliki bobot tinggi di program reformasi bikrokrasi dan membangun Zona Integritas.

"Dalam 2-3 tahun ke depan kita akan bisa rasakan hasilnya jika semua kantor BPN sudah menjalankan digitalisasi dengan pelayanan yang rapi dan tidak banyak calo di situ," ungkapnya.

Irjen Kementerian ATR/BPN Raden Bagus Agus Widjajanto di acara Focus Group Discussion (FGD) bertema Tantangan dan Risiko Digitalisasi Pertanahan" di Hotel Aston, Bekasi, Rabu (14/8/2024). (dok.)

Ditambahkan, Kementerian ATR/BPN saat ini secara aktif membangun Zona Integritas (ZI) di seluruh satuan kerja (satker). "Kami sangat mengapresiasi bila satker-satker BPN semangat membangun ZI," kata Raden.

Dia menjelaskan, dari 508 Satker kantor pertanahan (Kantah) dan Kantor Wilayah (Kanwil), ada 104 Satker ditargetkan menyandang wilayah bersih korupsi (WBK). Dari target tersebut 81,73 persen atau 83 Satker sudah siap WBK.

"Ini masih akan berkembang karena memperbaiki atau membangun ZI pada masing-masing satker kita lakukan terus menerus berkelanjutan," katanya.

"Yang belum WBK kita bangun untuk siap WBK, yang sudah WBK kita rawat dan tingkatkan, jangan sampai turun rendah dari standar WBK," imbuhnya.

Satker dinyatakan siap WBK berdasarkan hasil penilaian. Dengan variabel sesuai standar Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB).

Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) Pertanahan, Tata Ruang dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Kementerian ATR/ BPN I Ketut Gede Ary Sucaya menambahkan, program digitalisasi pertanahan di interkoneksi dengan pihak-pihak terkait. Seperti Dukcapil, BSSN dan stakeholder lainnya.

"Digitalisasi pertanahan ini tidakbbisa kita lakukan sendiri, tapi kami lakukan interkoneksi. Ini agar akuntabel, salah satunya dengan BSSN (badan Siber dan sandi negara) pada tanda tangan elektronik misalnya. Ini tidak bisa dilakukan mundur, agar akuntabel," ujarnya.

"Verifikasi penduduk kami lakukan dengan Dukcapil, jadi tidak ada alamat palsu. Dan untuk badan hukum kami lakukan kerjasama dengan Direktorat Jenderal AHU (administrasi hukum umum)," imbuhnya.

Pihaknya sudah menjalin kerjasama dengan 461 Pemda terkait pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) agar tunggakan pembayaran BPHTB otomatis tidak akan masuk pada sistem. "Jadi kami terus melakukan verifikasi dengan Pemda, ucapnya.

Baca juga: Kementerian ATR/BPN Terima Aset Barang Milik Negara Hasil Rampasan KPK Rp 4,7 Miliar

Pemerhati keamanan siber sekaligus Chairman Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama D. Persadha mengatakan, digitalisasi pertanahan memang perlu dilakukan untuk meningkatkan akuntabilitas.

"Selain itu, transformasi digital memungkinkan pelayanan mudah diakses oleh masyarakat di manapun dan kapan pun, serta mempercepat proses pendaftaran tanah, dan mengurai resiko konflik dengan kehandalan data elektronik," ujarnya.

Namun upaya ini menghadapi sejumlah tantangan yang tidak sedikit dan tidak bisa dianggap remeh.

"Banyak instansi pemerintah daerah dan kementerian dan badan mengalami kebocoran data. Kita harus berhati-hati jika membuat digitalisasi di pemerintahan," kata dia.

Pemerhati keamanan siber dan Chairman Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama D. Persadha.

Dia menjelaskan, jonsep digitalisasi pertanahan membuat praktik ilegal jadi berkurang dan membantu masyarakat.

"Problem di Indonesia saat ini, data kit a sangat berantakan. Data Bansos di Pemda dan Kemensos tak pernah sinkron.
Presiden sudah terbitkan Perpres Satu Data Indonesia untuk menyatukan semua data tersebut ke dalam satu sistem data di Pusat Data Nasional," sebutnya.

"Masalahnya, data yang terhimpun ini tidak dilindungi oleh keamanan yang memadai. Begitu data kita sudah terkoneksi di internet, dengan sistem yang lemah dengan celah celah keamanan yang terbuka lebar, itu mengundang masuknya serangan ransomware," bebernya.

Menurutnya, data yang ada bisa dicuri atau bahkan bisa dirusak. Apalagi jika kita tidak memiliki sistem data yang bagus.

Dia menyebutkan, sejumlah tantangan digitalisasi pertanahan antara lain aspek keamanan data dan privasi, infrastruktur teknologi, masih banyak desa belum terpasang internet dan ada 11 juta orang belum terkoneksi internet. "Ini mempengaruhi layanan digital," sebutnya. 

Tantangan lainnya adalah risiko serangan siber, risiko kebocoran data, serta risiko pemalsuan data. "Sertifikat digital memberi rasa aman ke masyarakat," tegasnya.

Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera mengatakan, Kementerian ATR/BPN selama ini cukup optimal menjalankan tugas dan fungsinya. "Karena saya 2 periode di Komisi II DPR dan menjadi mitra kerjanya," kata Mardani.

"Tapi praktik mafia tanah masih marak di Indonesia dan 90 persen sengketa tanah yang melibatkan para mafia tanah, mereka yang menang. Ini karena mafia tanah kerap pakai pengacara bagus untuk ambil alih tanah-tanah yang ada," sebutnya.

Direktur Utama PT Indonesia Digital Pos Sumber Rajasa Ginting mengatakan, program digitalisasi pertanahan oleh Kementerian ATR, menurut Ginting, merupakan terobosan menuju sistem layanan pertanahan yang bebas KKN dan peningkatan layanan bagi masyarakat.

"Program digitalisasi ini memangkas pertemuan langsung, sehingga menekan ruang tindak KKN. Namun sejumlah tantangan harus dihadapi pada program ini," katanya.

"Harapannya, melalui diskusi ini ditemukan solusi baik pada masalah percepatan program digitalisasi pertanahan," imbuhnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini