Penentuan ini didasarkan pada voting pada laman media sosial Facebook dan berhasil menghimpun 35.000 suara.
Dikutip dari kemenparekraf.go.id, sebelum dikenal sebagai makanan terenak, rendang memiliki sejarah panjang.
Perjalanannya dimulai sejak awal abad ke-15 sebagai hidangan untuk bangsawan lokal.
Rendang dipilih sebagai bekal berkelana karena dapat bertahan lama tanpa merusak cita rasanya.
Hal ini sejalan dengan tradisi berkelana atau merantau khas masyarakat Minangkabau. Bahkan, tradisi ini masih berlangsung hingga sekarang.
Kualitas rendang yang mampu bertahan lama ini sebanding dengan waktu yang dibutuhkan untuk memasaknya.
Untuk memasak satu kuali rendang, dibutuhkan waktu sekitar 4-8 jam.
Lamanya waktu memasak ini menjadi pembeda rendang khas Minang dengan rendang dari Malaysia dan negara Asia Tenggara lain.
Karena dimasak lama, tekstur kuliner khas Sumatera Barat ini lebih kering, lembut, tapi tetap renyah.
Sedangkan, rendang dari wilayah lain umumnya lebih basah dan alot, karena tidak melalui proses memasak dan pemanasan berulang.
Baca juga: Resep Rendang Telur Ceplok untuk Inspirasi Menu Sahur, Sajian Praktis dan Lezat
Didapuk sebagai makanan khas, rendang menyimpan 4 nilai filosofis tersendiri bagi masyarakat Minang.
Unsur pertama adalah daging atau dalam bahasa minang disebut dagiang. Unsur ini menjadi lambang dari Niniak Mamak (kepala suku dalam bahasa Minang).
Unsur kedua adalah kelapa atau karambia yang melambangkan Cadiak Pandai atau kaum intelektual. Selanjutnya, lado atau cabai yang melambangkan alim ulama, dan pemasak atau bumbu sebagai simbol masyarakat Minangkabau.
Cita rasa unik pada rendang Sumatera Barat ini ternyata dipengaruhi oleh makanan khas India yang kaya akan rempah-rempah.
Hal ini tidak mengherankan, mengingat Sumatera pernah menjadi pusat perdagangan dunia yang disinggahi pedagang dari berbagai negara.
(Tribunnews.com/Endra)