TRIBUNNEWS.COM -Tiga lukisan karya Raden Saleh (1811-1880), yaitu ”Penangkapan Pangeran Diponegoro” (1857), ”Harimau Minum” (1863), dan ”Patroli Tentara Belanda di Gunung Merapi dan Merbabu” (1871) direstorasi ahli dari Jerman pada tahun 2013. Ketiga karya tersebut akan dipamerkan di Galeri Nasional, Jakarta, 6 Februari sampai 8 Maret 2015.
”Karya Raden Saleh bukan lagi sekadar (menampilkan) estetika seni rupa, melainkan menjadi lapisan-lapisan kritik sejarah di Indonesia dan sejarah global. Melalui pameran itu nanti, sejarah dibaca ulang,” kata Jim Supangkat, pada konferensi pers, di Galeri Nasional, Jakarta, Selasa (3/2/2015). Jim menjadi salah satu kurator pameran bertajuk ”Äku Diponegoro: Sang Pangeran dalam Ingatan Bangsa, dari Raden Saleh hingga Kini”.
Pameran juga melibatkan dua kurator lain, yaitu Werner Kraus dan Peter Carey. Pameran diprakarsai Goethe-Institut Indonesia, di antaranya bekerja sama dengan Erasmus Huis, Galeri Foto Jurnalistik Antara, dan Universitas Paramadina.
Lukisan ”Penangkapan Pangeran Diponegoro” dan ”Harimau Minum” adalah koleksi Istana Negara, sedangkan ”Patroli Tentara Belanda di Gunung Merapi dan Merbabu” koleksi pengusaha Hashim Djojohadikusumo. Restorasi diprakarsai Yayasan Arsari Djojohadikusumo.
”Kami menyediakan dana Rp 400 juta, semula ditujukan untuk restorasi sebanyak enam lukisan karya Raden Saleh. Namun, dari rumitnya birokrasi akhirnya hanya tiga karya yang direstorasi,” kata Direktur Eksekutif Yayasan Arsari Djojohadikusumo Catrini Ari.
Menurut kurator Werner Kraus, lukisan ”Penangkapan Pangeran Diponegoro” dinilai sangat eksotis dan menjadi inspirasi seni rupa sekaligus sejarah.
Kurator Peter Carey menjelaskan, bagian judul pameran, yaitu ”Aku Diponegoro”, tidak diambil dari fakta sejarah ungkapan Diponegoro. Kata-kata tersebut semata mencuplik judul drama ”Aku Diponegoro” yang akan digelar dalam rangkaian pameran di GoetheHaus Jakarta pada 27 Februari 2015.
Tiga bagian
Pameran dibagi tiga bagian. Bagian pertama, ”Diponegoro di Mulut Sejarah Seni Indonesia”. Adapun bagian kedua, ”Diponegoro, Raden Saleh dan Sejarah di Mata seniman Indonesia”, yang menampilkan karya para seniman yang menafsirkan tokoh Diponegoro antara lain Srihadi Soedarsono, Heri Dono, Nasirun, dan Entang Wiharso. Bagian ketiga, ”Sisi Lain Diponegoro”.
Ada pula ruang khusus ”Penampakan Leluhur”. Di sini, ditampilkan jubah putih perang sabil Diponegoro yang asli dan artefak pribadi lain Diponegoro, seperti tombak pusaka dan pelana kuda. (NAW)