"Sudah 75 persen, kamar mandinya juga ada air hangatnya," ungkap dia.
Sempat ada rencana memberikan lagi bantuan alat pembuat air hangat dengan mengandalkan dana PNPM. Tapi ternyata sudah tidak keluar lagi.
Achmad, petani yang juga menyewakan kamarnya untuk homestay menyatakan mendapat tambahan uang dapur jika ada tamu.
"Mulai jadi homestay sejak tiga tahun lalu," ungkap Achmad.
Ia memiliki empat kamar. Jika ramai, tiga kamarnya disewanya ke tamu.
"Saya dapat order kamar dari Ladesta," jelasnya.
Per kamar dihargai Rp 100.000 dengan fasilitas air hangat dan tamu diberi snack dan minuman.
Sedang untuk makan, tergantung order awalnya. Jika minta makan, maka istrinya yang akan memasakkan.
"Rezeki, Alhamdullilah kalau homestay ramai," jawabnya.
Menurutnya, agar homestay tidak dimaknai sebagai tempat bebas, sudah aturan baku bahwa tamu laki-laki dan perempuan dipisah.
Ia menceritakan ada beberapa tamu laki-laki maka harus menginap di homestay yang berbeda dengan tamu perempuan.
"Yang bukan suami istri harus pisah," jawabnya.
Awal pengembangan usaha berbasis pemberdayaan masyarakat dimulai pada 2010 silam. Saat itu beberapa warga yang masih menganggur berkumpul. Ketika ada rest area di Gubuk Klakah, mereka urunan berjualan di sana. Namun setelah sempat tidak berkembang.
Kemudian bangkit lagi ketika mendapat order pertama dari Java Promo rombongan tamu satu bus dari Jogja.