Uniknya, tower pembangkit listrik pun disulap menjadi menara masjid yang tingginya mencapai 80 meter.
Makanan Orang Rantai
Perusahaan Tambang Batubara yang dibangun oleh Belanda di Sawahlunto selain mempekerjakan masyarakat di sekitar Kota Sawahlunto, juga memberlakukan kerja paksa (rodi) terhadap para tahanan politik dari tanah Jawa.
Tahan-tahanan politik ini tinggal di penjara bawah tanah dan dipaksa untuk bekerja sebagai penambang batubara.
Mereka diikat dengan rantai agar tidak lari, oleh sebab itu tahanan-tahanan politik ini dikenal sebagai Orang
Rantai.
Demi memenuhi kebutuhan makan para pekerja tambang dan Orang Rantai, Belanda membangun komplek dapur umum sebagai tempat untuk mengolah makanan bagi ribuan pekerja tambang.
Sebelum tahun 1912, makanan untuk pekerja tambang dipasok oleh Bangsa Tionghoa yang dikontrak oleh perusahaan tambang.
Namun, jumlah makanan dan variasi menu yang kurang serta mutu yang buruk menyebabkan Belanda menghentikan kontraknya.
Lalu, pada tahun 1912 hingga 1918, perusahaan tambang pun mengangkat pengawas dapur dari Belanda plus tiga penjaga untuk mengawasi distribusi makanan untuk pekerja tambang.
Namun, karena terjadi korupsi akhirnya cara distribusi makanan ini pun dihentikan.
Dan, pada tahun 1918, perusahaan tambang memutuskan untuk membangun Kompleks Dapur Umum untuk memasak dan memenuhi kebutuhan gizi pekerja tambang.
Kompleks Dapur Umum ini memiliki tiga tungku raksasa untuk menghasilkan uap panas dalam memasak nasi, lauk pauk dan air minum.
Kepada Sriwijaya Post, Nola Lestari (32), penjaga Kompleks Dapur Umum yang sejak tahun 2005 menjadi Museum Gudang Ransum itu bercerita.