Sejak saat itu masyarakat Minahasa seiring dengan perkembangan agama Kristen, mulai menguburkan jasad dalam peti mati yang ditanam dalam tanah.
Dan perlahan-lahan Waruga dibiarkan begitu saja tidak terurus.
Zaman itu, hanya orang-orang yang mempunyai kelas sosial cukup tinggi yang dikubur dalam Waruga. Dan itu ditandai lewat ukiran yang ada di penutupnya.
Dukun Beranak
Motif wanita beranak menunjukkan yang dikubur adalah dukun beranak, gambar binatang menunjukkan yang dikubur dalam Waruga adalah pemburu.
Penutup yang diukir gambar beberapa orang menunjukkan yang dikubur adalah satu keluarga.
Jumlah orang yang dikubur dalam waruga ditandai dengan ukiran berupa garis di samping penutup Waruga.
Sementara penutup yang polos kemungkinan merupakan Waruga tua dimana saat itu belum ada kebiasaan mengukir atau memahat penutup Waruga.
Waruga di Minahasa diperkirakan hanya ada 2000 buah, karena waktu itu tak semua masyarakat dikubur dalam Waruga. Tak hanya di Sawangan, Waruga-waruga tersebar di berbagai lokasi di Minahasa.
Kecamatan Airmadidi, Minahasa Utara sebagai daerah paling sukses menyelamatkan Waruga dari kepunahan.
Ketika pemerintah Belanda melarang proses penguburan tersebut, pemimpin-pemimpin wilayah langsung menyuruh warganya segera mengumpulkan Waruga-waruga yang tersebar. Alhasil, lahirlah situs Taman Purbakala Waruga Sawangan tersebut.
Untuk mengetahui barang-barang apa saja yang dikubur beserta pemilik di Waruga, sebuah rumah panggung khas Minahasa di samping makam akan menunjukkannya.
Tarif Masuk Sukarela