News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kuliner

Semerbak Menu Serba Ikan, Mulai Dari Sop, Sate Hingga Bakso di Pantai Lebih, Gianyar Bali

Editor: Agung Budi Santoso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menu serba ikan di Warung Indah, di kawasan pesisir Pantai Lebih di Gianyar, Bali (Kompas/ Riza Fathoni)

TRIBUNNEWS.COM - Jajaran rumah makan di kawasan Pantai Lebih, Gianyar, Bali, menawarkan beragam hidangan khas laut yang menggoda selera.

Salah satu menu andalan adalah sate lilit ikan Pantai Lebih, yang menjadi cikal bakal sate ikan Bali yang populer itu.
Rumah makan di Pantai Lebih, Bali.

Pantai Lebih terletak di Kecamatan Gianyar, Bali. Sekitar 100 meter dari bibir pantai, yang kini terkikis abrasi itu, berdiri warung-warung makan yang secara demonstratif memampang berbagai menu olahan ikan, mulai dari sop kepala ikan, sate lilit ikan, hingga bakso ikan.

Menu-menu itu nyaris sama di setiap warung makan. Salah satu menu andalan adalah sop kepala ikan, menu khas yang juga dimiliki daerah-daerah penghasil ikan di Indonesia, seperti Sumatera, Sulawesi, dan kawasan Indonesia timur lainnya.


Suasana di pesisir Pantai Lebih di Gianyar, Bali (Kompas/ Riza Fathoni)

Bedanya, sop kepala ikan khas Bali, khususnya yang disajikan di Pantai Lebih, memiliki kuah kuning berwarna jernih serupa kuah soto bening tanpa santan.

Cita rasanya pun sangat mirip soto, hanya potongan kepala ikan di dalamnya yang membedakan antara sop kepala ikan dan soto.

Namun sesungguhnya, kuliner asli Bali yang terbuat dari olahan ikan ialah sate lilit. Jejak sate lilit ikan ini rupanya justru berasal dari Pantai Lebih yang pada masa lalu dikenal sebagai penghasil ikan.

”Orang kenal sate lilit ikan itu, ya, asalnya dari Pantai Lebih ini,” ujar Ketut, warga Bali.

Tanpa harus berlayar terlalu jauh, nelayan di Pantai Lebih bisa membawa pulang ikan dalam berbagai jenis yang kemudian dijual di pasar ikan dan dinikmati masyarakat sekitar Pantai Lebih. Ikan yang berlimpah itu oleh warga kemudian diolah menjadi sate lilit ikan.

Pemilik Warung Indah, Nyoman Muryani (36), menuturkan, dahulu setiap ikan yang berukuran besar dan segar dapat diolah menjadi sate lilit ikan.

Misalnya ikan tongkol item (hitam) yang banyak ditangkap nelayan Pantai Lebih.


Suasana salah satu rumah makan di Pantai Lebih di Gianyar, Bali (Kompas/ Riza Fathoni)

”Sate ikan ini biasa dimakan bersama nasi sela, nasi yang dicampur ubi rebus, dan sambal matah. Rasanya sudah enak sekali,” tutur Muryani, Kamis (21/5) sore.

Warga biasa menjajakan sate lilit ikan buatan mereka di pinggir laut sekitar Pantai Lebih.

Popularitas sate lilit ikan Pantai Lebih kemudian merambah ke sejumlah wilayah di Bali hingga sate lilit ikan menjadi salah satu menu khas Bali yang dikenal luas hingga ke luar Bali.

Rasa Rempah yang Kuat

Di warung makan yang dikelola Muryani, sate ikan disajikan dalam ukuran kecil, tidak lebih dari ukuran ibu jari orang dewasa.

Setiap porsi berisi enam tusuk seharga Rp 5.000. Murah meriah.

Meski berukuran kecil, cita rasa ikan yang gurih terasa kuat saat sate digigit dan masuk ke dalam mulut.

Baluran rempah yang melimpah membuat setiap gigitan sate lilit ikan kaya rasa. Tidak ada lagi jejak aroma amis.

Menurut Muryani, sebelum dicampur bumbu dapur komplet, daging ikan itu digiling terlebih dahulu hingga lembut.

Untuk menghilangkan aroma amis ikan, Muryani menambahkan serai, daun salam, dan daun jeruk purut.

”Kalau ikannya lebih bertekstur, saat matang, sate terasa empuk saat digigit. Tidak alot,” tambah Muryani.

Saat ini sate lilit ikan terbuat dari bahan baku terpilih, yaitu campuran ikan tuna dan ikan marlin.

Kualitas ikan yang digunakan, ujar Muryani, sangat berpengaruh agar daging ikan yang telah digiling menempel kuat pada bambu yang menjadi tusuk sate.

”Kalau ikannya jelek, enggak mau menempel,” kata Muryani.

Beralas tikar

Muryani adalah generasi kedua di Warung Indah. Warung yang berada paling ujung, hanya berjarak lebih kurang 100 meter dari bibir Pantai Lebih itu, dahulu didirikan oleh ibu mertuanya, Ibu Mangku.

”Dulu tahun ’90-an, warung di sini hanya ada empat buah. Orang makan, duduk di atas pasir hanya beralas tikar. Dulu jaraknya ke pantai juga masih tiga kali dari jarak sekarang dan tepat menghadap pantai. Kalau sekarang, kan, menghadap ke barat,” terang Muryani.

Dalam posisi menghadap ke barat, pemandangan ke arah Pantai Lebih hanya bisa disaksikan melalui jendela yang terbuka di bagian samping, di sisi kanan dan kiri dari tempat duduk.

Sejak tahun 2004, pasokan ikan dari Pantai Lebih merosot drastis sebagai akibat reklamasi Pulau Senggarang.

Hal ini membuat nelayan Pantai Lebih berhenti melaut. Muryani dan para pengelola warung makan di Pantai Lebih yang saat ini berjumlah 12 warung harus berbelanja ikan hingga ke Benoa (Nusa Dua) dan Kedonganan (Badung) yang jaraknya cukup jauh dari Gianyar.

Di samping sate lilit ikan, menu olahan ikan, mulai dari ikan bakar dan ikan goreng, hingga bakso ikan, juga laris diburu pembeli. Sore itu, Warung Indah ramai dikunjungi pembeli yang umumnya adalah warga lokal.

Sebagian besar adalah keluarga yang menikmati rekreasi pantai.

”Konsumen di Pantai Lebih ini umumnya memang orang Bali. Kalau turis agak jarang,” kata Muryani.

Warung Indah menjadi salah satu warung yang ramai dikunjungi pembeli karena letaknya di dekat pantai. Sambil menikmati makanan, pengunjung bisa melemparkan pandangan ke pantai yang biru, dengan debur ombak yang menampar keras bebatuan pantai.

Dalam satu hari, Muryani menghabiskan rata-rata 15 kilogram ikan. Untuk menu ikan bakar, biasanya menggunakan ikan cakalang atau snapper. Untuk ikan goreng, Muryani lebih banyak menggunakan ikan tenggiri, sedangkan sop kepala ikan menggunakan ikan barramundi.

Ikan dan pantai memang satu kesatuan yang saling melengkapi. Di Pantai Lebih, keduanya berpadu menghadirkan sajian yang memuaskan lidah dan pemandangan yang memanjakan mata. (DWI AS SETIANINGSIH)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini