Laporan Wartawan Serambi Indonesia/Nurul Hayati
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Bicara tentang Aceh, ada banyak sisi lain dari provinsi paling barat Indonesia ini menarik untuk diulik.
Jauh sebelum kota-kota metropolitan dijamuri gerai kopi, Aceh sudah lebih dulu akrab dengan budaya ngopi.
Bahkan menjadi ladang yang menghasilkan berton-ton bijih kopi.
Aroma kopi yang mengambang di udara menyusup hangat penciuman, sehangat keakraban yang melekat dalam budaya ngopi yang telah lama hidup dan diwariskan secara turun-temurun di Aceh.
Kesuburan dataran tinggi Gayo, Pidie, dan Aceh Jaya telah lama menjadi ladang penghasil bijih kopi tersohor: robusta dan arabika.
Sementara Ulee Kareng, sebuah kawasan di Kota Banda Aceh adalah dapur yang mengolah bijih kopi siap konsumsi untuk kemudian menebarkan aromanya hingga ke luar Aceh.
Meracik kopi. (Serambi Indonesia/Nurul Hayati)
Di daerah bergelar Bumi Serambi Mekkah ini kedai kopi begitu mudah ditemui, dari yang mempertahankan konsep tradisional hingga yang menawarkan atmosfer modern.
Dari yang sekadar menawarkan secangkir kopi hingga yang menyediakan fasilitas Wi-Fi.
Angin perubahan pun kencang berembus ke kawasan yang dulu pernah luluh lantak diamuk tsunami ini, kini warung kopi tak lagi hanya milik para lelaki.
“Saya sudah mengenal biji kopi sejak SMP, usai kuliah baru serius menekuninya. Bisnis ini merupakan warisan keluarga yang sudah diretas sejak tahun 1948. Sekarang pemasukan terbanyak malah datang dari pesanan pelanggan dari luar Aceh,” ujar Cek Lem (50) pemilik Solong Premium Coffee.
Serambi Indonesia (Tribun Network) berkesempatan menyambangi dan mencicipi aneka kopi kreasi Cek Lem di Solong Premium Coffee Jalan Teuku Iskandar, Lambhuk, Kecamatan Ulee Kareng, Banda Aceh.
Selain itu, Solong juga terdapat di Jalan Teuku Iskandar, Simpang 7, Ulee Kareng, dan Jalan Mr Muhammad Hasan, Batoh.
Tempat itu merupakan destinasi ‘wajib’ bagi tamu dari luar Aceh.
Di sini tersedia rupa-rupa racikan kopi mulai versi original yaitu kopi hitam, sanger, hingga coffee latte.
Begitu menyesap dan merasakan sensasinya, saya hanya mengenal dua kata: nikmat atau sangat nikmat.
Cukup merogoh kocek mulai Rp 5.000-an per cangkir pengunjung sudah bisa mencicipi kenikmatan kopi robusta ala Solong Coffee.
Bagi yang ingin menentengnya sebagai oleh-oleh juga tak usah khawatir, tempat ini menyediakan biji dan bubuk kopi siap seduh yang dilepas seharga Rp 80 ribu per Kg.
Di dapur pengolahan biji kopi miliknya, Cek Lem mengaku dalam seminggu memproduksi hingga 800 Kg biji kopi.
Delapan orang pekerja dengan telaten memisahkan biji kopi dari kulit untuk kemudian diayak, digonseng, dan digiling hingga bertektur biji utuh, bubuk kasar, dan bubuk halus.
Di kedai miliknya, setiap harinya bisa menghabiskan mulai 5-7 Kg bubuk kopi, sementara pesanan datang dari Medan, Jakarta, hingga Sulawesi mulai dari jumlah 30-50 Kg.
Selain Solong terdapat juga Dhapu Kupi yang juga menawarkan kopi jenis robusta.
Warkop 24 jam ini terletak di Jalan Imuem Luengbata, Simpang Surabaya, gerbang masuk ke Kota Banda Aceh dan Jalan Sulthan Iskandar Muda, Punge Ujong, Kecamatan Meuraxa, arah menuju pantai Ulee Lheu.
Kedua tempat ini selalu dibanjiri pengunjung, konon lagi ketika ‘demam bola’ melanda.
Untuk yang tak suka kopi robusta, tak perlu khawatir karena Aceh juga penghasil kopi arabika.
Bersumber dari ladang kopi yang sama dengan teknik pengolahan yang berbeda.
Kopi arabika menawarkan citarasa kopi yang lebih kuat di lidah.
Adalah Blang Padang Coffee yang terletak di Jalan Teungku Dipulo Baroh, Banda Aceh yang dikenal sebagai tempat nongkrong kawula muda.
Di sini juga tersedia kopi luwak.
Untuk harga memang relatif lebih mahal yaitu mulai Rp 10 ribu per cangkir.
Bagi yang ingin membawa pulang biji kopi ataupun bubuk kopi siap seduh maka harus merogoh kocek Rp 300 ribu per Kg.
“Kalau yang paling banyak digemari pelanggan kami jenis espresso atau kopi hitam. Ciri khasnya kopi encer kecokletan dengan kafein tinggi. Sementara sanger merupakan komposisi dari bubuk kopi ditambah susu dan mentega. Adapun coffee latte khas Italia yaitu campuran bubuk kopi dan susu,” ulas Edo, salah seorang barista
Uniknya para barista atau peracik kopi hafal luar kepala selera para pelanggan setianya, dari jenis hingga komposisi.
Tak heran selain kualitas dari bubuk kopi itu sendiri, kepiawaian para peracik kopi juga turut memanjakan lidah para penikmatnya.
Bagi anda penikmat kopi sejati, maka Bulan November menjadi saat yang tepat untuk berkunjung ke Banda Aceh.
Pasalnya pada saat tersebut pemerintah kota itu menghelat even tahunan ‘Festival Kopi’ yang menyuguhkan rupa-rupa racikan kopi tradisional yang dikenal dengan kopi saring, serta aneka kreasi kopi modern seperti espresso, latte, dan mochachino.
Hajatan tersebut juga ajang untuk mengulik lebih dalam hal ihwal kopi.
Selain tentu saja kontes kopi, even tersebut juga kerab membagi-bagikan kopi secara gratis.
Tak salah lagi jika ada yang menyebut, Aceh surga penikmat si bubuk hitam.