"Atap kita yang lama itu kan model talang-talang gitu. Jadi kalau hujan, airnya suka menggenang, engga ngalir dan suka bocor," ujarnya.
"Kalau kita perbaiki satu titiknya, biasanya pindah lagi. Tambal sini, bocor sana. Gitu terus," keluhnya
Guna memuluskan perbaikan tersebut, kala itu atap Masjid Al Anwar, mulai dari genting, kap dan kaki-kaki yang lain dibongkar.
Hanya disisakan kubah tegak yang beridiri di atas enam tiang utama masjid yang terbuat dari kayu jati.
Pengurus mengatakan, renovasi tidak akan pernah menyentuh bagian kubah yang merupakan sejarah panjang masjid.
"Tapi cuma atap masjidnya aja, kalau kubah engga akan diubah atau rombak, karena itu sejarah yang kalau kita bakal rombak akan berdampak pada bagian sejarah panjang masjid ini," ujar Rusdi.
"Alhamdulillah saat ini masjid ini sudah kembali sedia kala dan bisa digunakan beraktivitas," katanya.
Salah satu tokoh masyarakat di Provinsi Lampung Cik Mat Zain, mengatakan masjid Jami Al Anwar masjid penuh sejarah bagi Provinsi Lampung.
Saat itu, kala bangunan masih berbentuk surau telah dijadikan sebagai pusat peribadatan dan pembinaan agama Islam bagi nelayan, pedagang, serta masyarakat setempat.
Sempat luluh lantak oleh imbas letusan Gunung Krakatau pada medio 1883, surau itu kembali dibangun ulang lima tahun berselang oleh tokoh Bugis bernama Daeng Sawijaya.
Bangunan bekas surau itupun, kini berdiri masjid Jami Al Anwar sebagai tempat beribadah masyarakat.
Terkait renovasi dan pemugaran, Masjid Jami Al Anwar telah beberapa kali mengalami pemugaran.
Pertama kali dilakukan pada tahun 1962. Renovasi ini tidak mengubah bentuk arsitektur Masjid Al Anwar yang telah ada sejak 1888.
Salah satunya adalah mempertahankan enam buah tiang penyangga di dalam masjid yang melambangkan jumlah rukun iman.