Menurutnya, dulu, Pasar Seni Guwang, termasuk Sukawati masih ramai sekali oleh para pelancong yang membeli oleh-oleh.
Tidak seperti sekarang, yang kadang ramai, dan justru lebih banyak sepinya.
“Dulu enak, masih ramai orang datang ke sini. Kalau sekarang, ya, tergantung. Kalau ramai pun belum tentu pada belanja, hanya jalan-jalan saja, karena katanya sudah belanja di toko oleh-oleh yang itu,” ujar Gusti.
Namun, hal tersebut tidak serta merta membuat para pedagang ini pesimis.
Mereka percaya bahwa rejeki sudah ada yang mengatur.
Dan, pasti aka nada orang yang terus datang ke Pasar Seni Tradisional seperti Pasar Seni Guwang ini.
“Di sini kan harga lebih murah, bisa tawar menawar juga. Tidak seperti di sana harganya sudah tetap, pasti kan tiap saat bisa naik harganya. Untuk kualitas barang pun kan sama-sama saja. Pasrah dan sabar saja kalau pedagang kecil seperti kami,” ujar Indah.
Penjual lukisan di Pasar Seni Guwang, di Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali. (Tribun Bali/Cisilia Agustina Siahaan)
Indah juga menambahkan, terkadang ada pengunjung yang harus dua kali datang, merasa menyesal setelah sampai di Pasar Seni Guwang.
Karena menurut pengakuan turis tersebut, barang-barang di sini jauh lebih murah.
“Beberapa kali ada yang datang ke sini, terus nyesel, mengapa tidak belanja di sini saja lebih murah barangnya. Tapi mereka sudah terlanjur berbelanja di toko modern tersebut,” ujar Indah menceritakan pengalaman pembelinya.
Hingga saat ini, Pasar Seni Guwang bergantung pada travel-travel yang datang ke sini.
Terlebih di saat bulan puasa ini yang kerap sepi pengunjung.
Untuk harga barang sendiri bervariasi, seperti kaus-kaus dibanderol mulai dari harga Rp 10 ribu.
Sementara pernak-pernik dijual mulai harga Rp 5 ribu.
Dan, seperti lukisan dapat dibeli mulai dari harga Rp 40 ribu, tergantung ukuran dan motif lukisan.