Saat menyebarkan agama Islam di wilayah ini, Sunan Kudus melarang pengikutnya mengonsumsi daging sapi yang dianggap suci oleh umat Hindu, agama mayoritas di Kudus saat itu.
Larangan ini masih dijaga dan dipegang umat Islam di Kudus meski perdagangan daging sapi di wilayah ini sudah dilakukan.
Diceritakan Sunoto, untuk mengolah daging kebo menjadi sate yang lezat, diperlukan proses yang cukup panjang.
Awalnya, pilih daging kebo yang lunak. Kemudian, sayat untuk memisahkan daging dan urat. Tahap selanjutnya, daging diiris dan digecek (ditumbuk, red).
"Seteleh digecek, diiris lagi menjadi bagian lebih kecil," kata suami dari Dewi Ristiana ini.
Kemudian, lanjut Sunoto, daging direndam dalam bumbu baceman selama kurang lebih dua jam. "Tujuannya, bumbu benar-benar meresap. Setleah itu, baru ditusuk di tusukan sate," ujar dia.
Semua proses tersebut dilakukan Sunoto di rumah. Sesampainya di warung, sate kebo siap dibakar sesuai pesanan.
"Untuk sate daging, bisa tahan dua hari. Jika disimpan di lemari pendingin bisa tahan lebih lama lagi. Sama sekali kami tidak menggunakan pengawet," jelas Sunoto.
Selain sate daging, terdapat bagian lain sebagai variasi. Semisal, sate koyor, lidah, hati, babat, dan usus.
"Urat yang dipisahkan tadi jadi koyor. Kalau urat perlu direbus sekitar empat sampai lima jam agar menjadi lunak. Justru karena direbus itu sate koyor tidak awet, cuma bisa bertahan sehari," papa dia.
Sunoto menyebut, ketumbar, jinten, bawang putih, garam, serta bumbu rahasia keluarga sebagai resep bumbu.
"Sedangkan untuk sambal sate, terdiri dari olahan air cabe, air kentang yang kemudian dicampur tumbukan kacang dan srondeng (parutan kelapa yang telah disangrai)," ucapnya.
Tak jarang sunoto menerima pesanan langsung dari Jakarta, yang kemudian dipaketkan melalui armada bus.
Bahkan, warung sederhananya sering pula dikunjungi orang asing dari berbagai negara. "Biasanya, tamu dari PT Djarum dan PT Pura Group. Ada yang dari Italia juga Singapura," ujar dia.