Laporan Wartawan Surya, Wiwit Purwanto
TRIBUNNEWS.COM, SIDOARJO - Banyak masjid yang menjadi sejarah perkembangan Islam dan cikal bakal suatu kawasan yang menjadi cerita sejarah tersendiri pada suatu daerah.
Di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur, yang identik dengan sebutan kota religi, memiliki sejarah cukup panjang semenjak jaman penjajahan Hindia-Belanda. Terkait dengan proses penyebaran Islam di Indonesia dan Jawa Timur khususnya.
Jadwal pengajian di Masjid Al Abror, Sidoarjo. (Surya/Wiwit Purwanto)
Beberapa sumber sejarah menyebutkan, mulai masuknya penyebaran agama Islam di Sidoarjo berawal dari masjid Al Abror yang ada di kampung Kauman Jalan Gajahmada Sidaorjo, atau berada di belakang pertokoan Matahari Gajahmada.
Banyak sejarah menarik yang mungkin orang belum diketahui banyak terkait Masjid Jami’ Al Abror ini. Seperti diungkapkan ketua takmir H. Zainun Chasan Alie, menurutnya masjid sudah beberapa kali renovasi.
“Renovasi terakhir pada tahun 2007, kalau berdirinya masjid ini tercatat pada tahun 1678,” jelasnya.
Beberapa informasi mengatakan keberadaan masjid ini adalah masjid tiban, yakni masjid yang sudah ada kerangka pondasinya tetapi belum ada bangunannya.
Pembangunan masjid ini sendiri kata Zainun, tak lepas dari peran besar empat orang yang kini makamnya ada di bagian depan masjid.
Seperti sejarah yang ada kata Zainun, saat itu ada seorang berasal dari Jawa Tengah bernama Mbah Mulyadi yang datang ke kampung Kauman.
“Mbah Mulyadi ini berasal dari Demak, ia lari ke sini (Kauman ) karena ada pemberontakan Trunojoyo,” ujarnya.
Saat berada di kauman inilah, Mbah Mulyadi ini menemukan pondasi masjid yang selanjutnya ia bersama tiga orang lainnya yang sudah ada di kampung Kauman yakni Mbah Badriyah, Mbah Sayid Salim, dan Mbah Musa, bersama sama membangun Masjid Al Abror ini.
Masih kata Zainun kisah pendirian Masjid Al Abror erat kaitannya dengan sejarah berdirinya Kabupaten Sidoarjo yang awalnya masih bernama Kadipaten Sidokare.
Masjid yang terletak di timur sungai Jetis ini mengalami pemugaran pada 1859 dilakukan oleh bupati pertama Sidokare, R Notopuro (RTP Tjokro negoro).
Karena beberapa kali mengalami renovasi kini bagian masjid yang masih utuh hanya tinggal gerbang utara yang bentuknya terus dijaga dan tidak ada pemugaran.
“Meski banyak mengalami renovasi hingga kubah atap berubah menjadi lebih megah, tetapi ada satu sisi bangunan yang tidak pernah berubah sampai sekarang. Yakni, pintu gerbang di sebelah utara,” jelasnya.
Secara umum bangunan Masjid Al Abror menempati lahan seluas 700 meter persegi, dengan konsep kultur Jawa yang kental, yang dilukiskan pada tekstur tiga atapnya, yang menggambarkan iman, ikhsan dan Islam.
Sementara di bagian barat masjid terdapat makam par pendiri masked yang sering disinggahi peziarah. Salah satu tradisi di Masjid Al Abror yang tidak pernah hilang hingga sekarang adalah ngaji kitab yang rutin dilakukan tiap hari.
Pengajian kitab kuning ini dilakukan setiap hari selesai shalat maghrib. “Kalau saat ini bulan puasa dilakukan sebelum maghrib,” jelasnya.
Yang menarik di halaman Masjid Al Abror ini ada sebuah pohon kurma besar. Namun sayang mulai ditanam hingga sekarang keberadaan pohon kurma ini belum pernah berbuah.
“Nah itu dari dulu sampai sekarang kok tidak mpernah berbuah pohon kurma itu,” kata Hamim warga sekitar masjid.