Menyaksikan anak-anak muda yang ramah membuat gelang akar bahar bisa menjadi pengalaman unik tak terlupakan.
Ojek perahu siap mengantarkan wisatawan ke Pulau Panggang (Kompasiana.com/ Wilda Hikmalia)
Sikap ramah dan mudah akrab di kalangan warga setempat adalah cerminan sikap keterbukaan orang-orang Kepulauan Seribu. Harap maklum, mereka adalah himpunan orang dari beragam suku bangsa, seperti Jawa, Sunda, Bugis, Makassar, Mandar, dan Ambon.
Berbeda dari pulau lain, Pulau Panggang sudah tak lagi memiliki pantai. Daratan dan air laut terlalu curam alias tak landai. Hampir seluruh pantai telah diuruk dengan karang, direklamasi menjadi areal bangunan tempat tinggal.
Pulau ini juga tak memiliki homestay atau tempat menginap bagi wisatawan. Itu bisa jadi karena faktor keterbatasan lahan.
Meski bagi sebagian barangkali tak terlihat elok, bukan berarti Pulau Panggang ketinggalan dalam gegap gempita perkembangan wisata di Kepulauan Seribu.
Pulau ini bisa dikatakan menjadi basis dan pendukung sejumlah gagasan cerdas pariwisata di Kepulauan Seribu.
Seperti dikatakan Mahariah, guru dan aktivis pemberdaya masyarakat di Pulau Panggang, sudah seharusnya pariwisata di Kepulauan Seribu tak melulu harus bergantung pada eksploitasi sumber daya alam yang sifatnya terbatas.
Menurut dia, eksploitasi terhadap laut yang telah dilakukan berpuluh tahun, termasuk karena pariwisata akhir-akhir ini, kian membebani lingkungan, terutama hancurnya terumbu karang.
”Kami menyadari sumber daya alam kami sudah sangat terbatas, jadi kami harus melakukan kegiatan ekonomi yang ramah lingkungan. Ekonomi yang ramah lingkungan itu kami terjemahkan dalam dua bentuk kegiatan, yaitu ekowisata dan budidaya,” kata Mahariah.
Perspektif dibalik
Perspektif pariwisata di gugusan pulau karang itu seharusnya dibalik dari menikmati alam menjadi memberi ke alam. Untuk itu muncul berbagai gagasan untuk lebih mengembangkan wisata ramah lingkungan atau wisata konservasi.
Salah satu yang mulai populer adalah wisata penanaman karang dari karang-karang yang dibudidayakan warga Pulau Panggang. Saat ini, kian banyak wisatawan, baik pribadi maupun berkelompok, yang berwisata sambil mengikuti program adopsi karang.
Selain itu, ada ide untuk melakukan restocking ikan hias. Wisatawan yang datang diharapkan membeli ikan hias tangkapan nelayan untuk dilepas kembali ke laut. Ikan hias itu selama ini dikirim ke Jakarta.
Warga Pulau Panggang sebagian besar bekerja sebagai nelayan tangkap, baik ikan hias maupun ikan konsumsi. Sebagian nelayan beralih menjadi pembudidaya keramba kerapu dan bawal bintang.